RIAUMANDIRI.CO - Anggota DPD RI Fahira Idris melihat berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti tidak punya daya tekan yang kuat untuk membuat minyak goreng (migor) kembali stabil.
Sepekan menjelang memasuki bulan Suci Ramadan, persoalan migor belum juga menunjukkan tanda-tanda akan kembali normal. Publik kini dihadapkan dengan sebuah ironi baru, yaitu migor kemasan yang sebelumnya susah didapat kini melimpah, tetapi dengan harga yang membuat dahi berkernyit.
Sementara migor curah yang diberi subsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter, ketersediaanya atau pasokannya belum optimal di seluruh daerah sehingga berpotensi menjadi langka.
Migor kemasan kan sudah diserahkan ke mekanisme pasar sehingga Pemerintah sudah ringan bebannya karena hanya fokus kepada migor curah.
"Seharusnya tidak ada lagi keluhan masyarakat yang masih kesulitan mencari migor curah. Jika pemerintah tak mampu jamin kemerataan pasokan migor curah, maka persoalan migor ini tidak akan pernah selesai,” tegas Fahira Idris dalam keterangannya, Sabtu (25/3/2022).
Setelah harga migor kemasan diserahkan kepada mekanisme pasar, tugas utama pemerintah saat ini adalah memastikan pasokan migor curah aman dan merata ke seluruh daerah sesuai HET.
"Artinya, pemerintah harus memastikan di semua daerah, bahkan di pasar-pasar seluruh Indonesia migor curah mudah di dapat dan dijual sesuai HET," terang Fahira.
Menurut Fahira, jika pasokan migor curah optimal di seluruh daerah maka permintaan terhadap migor kemasan berpotensi menurun sehingga harga migor kemasan kemungkinan besar akan kembali normal.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah menggerakkan semua sumber daya, kuasa, dan kewenangannya untuk memastikan migor curah mudah didapat rakyat dengan harga sesuai HET.
“Bukan cuma rakyat yang bingung soal migor ini, tetapi juga banyak kepala daerah yang juga bingung karena tiap hari mendengar keluhan warganya," jelas Fahira.
Yang harus dipahami, soal migor ini bukan hanya buat kebutuhan rumah tangga, tetapi menjadi kebutuhan pokok jutaan UMKM kuliner di Indonesia.
"Kalau pelaku UMKM susah mendapatkan migor maka usaha mereka tidak berjalan optimal dan ini tidak baik di saat ekonomi rakyat yang sedang berusaha bangkit,” pungkasnya.