RIAUMANDIRI.CO - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) secara kelembagaan menggugat syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengajuan judicial review UU Pemilu tersebut bersamaan dengan Partai Bulan Bintang (PBB). Dalam mengajukan gugatan ke MK tersebut, DPD RI menggunakan pengacara Denny Indrayana, Muhamad Raziv Barokah dan Tareq Muhammad Aziz Elven.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan, pengajuan judicial review tersebut berdasarkan keputusan bulat Rapat Paripurna DPD RI pada 15 Januari 2022 lalu. Langkah itu diambil DPD RI untuk menyelamatkan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat agar tidak dibajak oleh oligarki, tidak dibajak oleh kekuatan uang atau duitokrasi.
“Jadi, demokrasi Indonesia harus diselamatkan, salah satunya dengan menguji presidential threshold ini agar makin banyak aternatif calon presiden. Semakin banyak alternatif pasangan calon, maka semakin selektif dan sehat pula persaingan yang didapat, sehingga potensi presiden dan Wakil Presiden terpilih disetir dan dikendalikan oleh oligarki semakin kecil,” tegas LaNyalla dalam siaran pers yang dikeluarkan Setjen DPD RI, Jumat (25/3/2022).
Sejalan dengan DPD RI, PBB berpandangan, eksistensi syarat perolehan kursi 20% anggota DPR atau 25% suara sah pada pemilu anggota DPR sebelumnya telah menghilangkan hak konstitusional partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Padahal hak tersebut diberikan secara jelas dan tegas kepada seluruh partai politik peserta pemilu, termasuk PBB, tanpa embel-embel perolehan suara.
Sekretaris Jenderal PBB, Afriansyah Noor, menyatakan optimis dengan gugatan yang diajukan oleh PBB di tengah banyaknya gugatan terkait presidential threshold yang dikandaskan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Puluhan putusan yang belum dikabulkan MK pada umumnya kedudukan hukumnya (legal standing) dianggap tidak memenuhi syarat sebagai pemohon. Menurut MK, yang punya kepentingan hukum adalah partai politik peserta pemilu. Kini, PBB hadir untuk menyambut panggilan konstitusional tersebut dan mengajukan gugatan demi memperjuangkan daulat rakyat,” jelasnya.
Kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana mengatakan, pengajuan uji konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur presidential threshold ini kembali menandai ikhtiar untuk selalu serius memperjuangkan daulat rakyat atau demokrasi yang telah secara brutal dibajak oleh kekuatan modal, kekuatan duit atau duitokrasi.
“Jadi, ikhtiar yang terus dan berulang dilakukan ini menunjukkan bahwa demokrasi atau daulat rakyat tidak boleh lagi dikalahkan oleh duitokrasi. Pemilihan langsung oleh rakyat harus diselamatkan agar tidak terus ditelikung oleh kekuatan-kekuatan oligarki yang koruptif, manipulatif dan destruktif. Demokrasi kita tidak boleh dikangkangi hanya oleh kekuatan modal. Ini adalah presiden pilihan rakyat, bukan presiden pilihan uang,” tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM 2011-2014 itu. (*)