RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mendorong pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan merubah batas usia maksimal pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) 56 menjadi 45 tahun.
"Kami percaya pemerintah memiliki niat dan tujuan yang baik dalam menyiapkan atau mensiasati masa depan keuangan pekerja Indonesia. Tidak ada yang keliru dengan Peraturan JHT, jika kita memahami definisi dan tujuan secara saksama," saran Sultan melalui keterangannya, Rabu (16/2/2022).
Menurutnya, negara wajib memastikan masa depan kelompok pekerja dengan serangkaian skema JHT yang aman dan mencukupi. Namun peraturan menteri yang direvisi harus memberikan dampak yang lebih baik dan tidak kontraproduktif dengan aturan di atasnya.
"Hakikat JHT adalah bukan sekedar menjamin kesejahteraan sosial pekerja yang lebih baik di hari tua, tapi lebih pada memberikan pilihan menentukan jalan hidup pekerja secara berdaulat atau meningkatkan shifting orientasi dari yang statusnya pekerja menjadi pencipta lapangan kerja. Dalam konteks ini kami mengusulkan agar pemerintah hanya perlu menetapkan batas umur minimal kerja 45 tahun untuk mencairkan JHT pekerja," usul Sultan.
Paradigma sistem ketenagakerjaan harus didesain agar pekerja diberikan pilihan untuk bersedia dan berani keluar dari zona nyaman menjadi buruh, lalu kemudian memilih untuk berwirausaha dengan Insentif keuangan yang cukup, setelah mengabdikan diri menjadi pekerja selama periode tertentu, setidaknya 15 - 20 tahun bekerja.
Sultan menerangkan bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak entrepreneur, dan JHT bisa sumber keuangan pekerja yang sangat potensial dijadikan sebagai modal usaha. Dampak lainnya adalah memungkinkan terjadinya sirkulasi pekerja di dunia kerja menjadi lebih cepat.
"Oleh karenanya, menurut kami untuk melipatgandakan tabungan pekerja tersebut, JHT harus terlebih dahulu diinvestasikan oleh pekerja melalui platform investasi Sukuk dengan fix rate hingga pekerja mencapai usia minimal 45 tahun. Dengan Sukuk ketenagakerjaan diharapkan JHT menjadi lebih produktif dan berkembang sebelum dicairkan," jelas Sultan.
Hal ini tentu harus didiskusikan dan disepakati antara pemerintah dan buruh. Buruh berhak untuk memilih jenis sukuk yang akan diinvestasikan.
Dikutip dari laman kementerian keuangan, Sukuk negara diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) termasuk membiayai pembangunan proyek milik negara. Selain itu, sukuk negara juga diterbitkan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia. Penerbitan sukuk negara telah menghasilkan banyak pembangunan infrastruktur di Indonesia.