RIAUMANDIRI.CO - Fraksi PKS DPR RI minta pembahasan revisi kedua atas Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dilakukan secara hati-hati.
"Jangan sekedar dijadikan stempel bagi disahkannya UU Cipta Kerja. Tapi sebagai upaya memperkuat sistem pembentukan perundang-undangan yang kredibel, akuntabel dan akseptabel, kata anggota Badan Legislasi DPR RI dari FPKS, Mulyanto, Rabu (9/2/2022).
Mulyanto menjelaskan, revisi UU PPP merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Seharusnya, kata Mulyanto, bila konsisten dengan putusan MK, yang segera direvisi itu UU Cipta Kerja, bukan UU PPP. Karena sebenarnya tidak ada amar putusan MK yang memerintahkan untuk mengubah UU PPP.
Karena itu Mulyanto minta, agar revisi kedua UU PPP ini tidak menjadi sekedar stempel untuk memuluskan revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK tersebut.
"Revisi ini utamanya adalah untuk memasukkan metode omnibus sebagai salah satu metode dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," terang Pak Mul, begitu dia akrab disapa.
FPKS tidak ingin revisi ini hanya sebagai upaya untuk menyelamatkan UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK, tetapi benar-benar diarahkan dalam rangka membangun sistem perundangan yang lebih baik, yang tidak tumpang-tindih, tidak over regulasi, lebih sederhana serta lebih cepat dalam proses pembentukannya.
Mulyanto menilai metode omnibus memang punya kelebihan, namun ada risiko besar di dalamnya. Para ahli hukum menyebut risiko terbesar dari metode omnibus adalah kerugian demokrasi dan negara hukum, khususnya prinsip due process of lawmaking yakni, penurunan kualitas dan derajat keterpercayaan, penurunan kualitas partispasi publik, dan penurunan kualitas diskusi di ruang publik.
"Karenanya kita harus memitigasi risiko tersebut dalam revisi UU PPP ini," ujar Pak Mul.
Karena itu Fraksi PKS mengusulkan sejumlah prasyarat terkait penggunaan metode omnibus dalam penyusunan peraturan perundang-undangan seperti: ruang lingkup, waktu pembahasan dan partisipasi publik.
Sebelumnya diberitakan, bahwa PKS menolak revisi UU PPP dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa 8/2/2022, dan mendesak, agar metode omnibus diterapkan hanya dalam satu topik khusus (klaster) tertentu saja. Tidak melebar atau merambah ke topik-topik lain.
Lalu, adanya pengaturan alokasi waktu pembahasan yang memadai, proporsional dengan jumlah UU yang terdampak. Kemudian, melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik serta akses publik yang mudah terhadap bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang dibahas.