RIAUMANDIRI.CO - Bupati nonaktif Langkat diduga melakukan kejahatan berupa perbudakan terhadap pekerjanya.
Diketahui, Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati tersebut.
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah.
Anis mengungkapkan orang-orang tersebut tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka dipukuli hingga lebam dan luka. Selain itu mereka juga tidak mendapat gaji meski bekerja di perkebunan sawit, dikutip dari Kompas.com.
Penjara sudah dibangun sejak 2012. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi menjelaskan pihaknya telah melakukan penyelidikan awal terkait temuan penjara atau kerangkeng di rumah bupati nonaktif Langkat.
"Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan sementara bahwa bangunan itu ada sejak tahun 2012. Kemudian pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh bupati dan beberapa pengurus yang ada di situ," kata Hadi pada Kompas TV, Selasa (25/1/2022).
Hadi mengatakan, tempat yang menyerupai penjara itu disebutkan sebagai tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba dan anak-anak kenakalan remaja.
"Mereka menyebutnya sebagai tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba dan anak-anak kenakalan remaja," ujar Hadi.
Dalami dugaan kerja paksa dan kekerasan Hadi juga menjelaskan berdasarkan penyelidikan awal mereka dititipkan oleh keluarga atau orang tuanya dengan membuat surat pernyataan.
Sementara itu terkait adanya dugaan kerja paksa hingga kekerasan pihaknya masih mendalami.
"Terkait dengan dugaan adanya praktik kerja paksa sampai dengan saat ini penyidik masih terus mendalami. Kami juga tadi malam berupaya, atas rekomendasi BNNP, memindahkan mereka ke tempat yang memenuhi standar kelayakan," tutur Hadi.
Meski demikian, dalam proses pemindahan tersebut terdapat beberapa orang tua atau keluarga yang menolak dan akan membawa pulang jika dipindahkan. Lebih lanjut dia mengatakan dalam surat perjanjian dituliskan batas perjanjiannya maksimal 1,5 tahun. Akan tetapi orang atau warga binaan yang sudah layak diambil orang tuanya bisa diambil sebelum 1,5 tahun.
Tidak mendapatkan upah Hadi mengatakan di tempat tersebut orang-orang yang dititipkan dibekali keterampilan lalu diberi kesempatan kerja, namun tidak mendapat upah karena merupakan binaan. Mereka mendapatkan makan dan snack.
"Orang-orang di situ 3-4 bulan memang akan diberikan pekerjaan di perusahaan sawit (milik bupati nonaktif), bukan kebun sawit," kata Hadi.