RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai kebijakan pemerintah tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagaimana diatur Perpres 117/2021 semakin tidak jelas.
Dia milihat di dalam perpres tersebut pemerintah terkesan ingin membuat BBM jenis baru campuran premium dan pertalite. BBM jenis baru ini tetap mendapat kompensasi pemerintah.
"Saya mempertanyakan wacana ini, karena semakin tidak jelas. Sebab Pertalite itu BBM umum yang tidak diawasi. Sementara Premium ini adalah BBM khusus penugasan. Nah BBM jenis baru itu jenis kelaminnya apa?. BBM umum atau khusus penugasan?" kata Mulyanto kepada media ini, Jumat (7/1/2022).
Dalam Perpres BBM juga tidak disebutkan secara jelas berapa volume alokasi Premium. Pada Pasal 21B ayat (1) hanya tertulis, "Dalam rangka mendukung energi bersih dan ramah lingkungan, jenis Bensin (Gasoline) RON 88 yang merupakan 50% (lima puluh persen) dari volume jenis Bensin (Gasoline) RON 90 yang disediakan dan didistribusikan oleh badan usaha penerima penugasan diberlakukan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan sejak 1 Juni 2021 sampai dengan ditetapkan oleh menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4)”.
Mulyanto minta pemerintah untuk memperjelas soal ini. Pemerintah jangan membuat aturan yang multitafsir karena berpotensi melanggar hukum.
Perpres Nomor 117 tahun 2021 terkesan hanya sebagai pemanis ucapan saja. Karena semuanya masih bersifat global dan menyerahkan kebijakan definitifnya kepada Menteri ESDM.
"Kita perlu penjelasan soal ini dari pihak Kementerian ESDM. Apa benar akan ada produk baru BBM khusus penugasan? Berapa besar kuota volume BBM khusus penugasan tersebut dan berapa harganya?" ujar politikus PKS itu.
Dalam Perpres tersebut, kata Mulyanto, pemerintah tidak menyatakan jumlah kuota premium pada tahun ini, padahal pada tahun-tahun sebelumnya dijelaskan rinci.
"Jadi sebenarnya Perpres No. 117/2021, yang tidak menghapus Premium ini sebenarnya sama juga bohong alias tidak punya makna di lapangan. Karena dengan kebijakan premium yang tanpa penetapan kuota yang jelas, maka dapat diduga pendistribusiannya tidak akan bertambah baik, malah akan semakin kacau," papar Mulyanto.
"Bisa dibayangkan, dengan jumlah kuota premium yang jelas saja, pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 10 sampai 11 juta kl (kilo liter), tetap terjadi kelangkaan Premium, apatah lagi dengan kebijakan premium tanpa kuota," sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) menyebutkan, bahwa BBM premium tidak dihapus seperti tertuang dalam Perpres 117/2021. Tetap ada premium untuk bikin Pertalite. Yang disubsidi adalah komponen premiumnya, sementara Pertalite tergantung harga internasional untuk campurannya.