RIAUMANDIRI.CO - Ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus dugaan investasi bodong senilai Rp84 miliar, Dr Dahlan SH MH, disebut marah saat tahu seorang terdakwa bernama Agung Salim keluar dari tempat dia ditahan, yakni di Rutan Kelas I Pekanbaru, Senin (27/12/2021).
Agung Salim kabarnya menderita sakit, sehingga harus dibawa dan dirawat di RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru.
Awalnya, hakim bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), tentang kehadiran empat terdakwa yang merupakan bos Fikasa Group dalam perkara ini. Di antaranya Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama (Dirut) PT WBN dan PT Tiara Global Properti (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama (Komut) PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Selain keempatnya, terdapat terdakwa lain bernama Maryani, selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (berkas tuntutan terpisah).
Atas pertanyaan hakim itu, jaksa lalu menjelaskan kalau terdakwa Agung Salim tidak ada karena sedang dirawat di RSUD Arifin Achmad.
Terkait hal ini, dalam keterangan yang diterima riaumandiri, Kepala Rutan Kelas I Pekanbaru, M Lukman, angkat bicara.
Pada prinsip dasar, kata Lukman, pihaknya sebenarnya telah memperhatikan aspek visi melakukan perawatan tahanan.
"Urgensi tertentu dan dalam keadaan sakit, itu juga dikuatkan dengan pernyataan ataupun keterangan ataupun hasil pemeriksaan dari dokter bahwa yang bersangkutan sakit,” jelas Lukman.
“ Tentunya ini menjadi bahan untuk kita sampaikan informasi kepada pihak-pihak terkait, termasuk kepada pihak kejaksaan maupun pengadilan yang menitipkan tahanan di tempat kami," imbuh Lukman.
Lanjut dia, pemberitahuan tentang hal itu sudah disampaikan beberapa kali. Pada sidang pekan lalu, terhadap terdakwa sudah sempat dilakukan pemeriksaan oleh dokter.
Menurut dokter, melihat kondisi terdakwa saat itu, disarankan agar segera dibawa ke rumah sakit.
"Nah, kita juga sudah beritahukan ke kejaksaan pemberitahuan bahwa yang bersangkutan dalam kondisi sakit dan harus dibawa ke rumah sakit. Kemudian dari RSUD sendiri di awal pemeriksaannya boleh dibawa pulang, kita bawa kembali pulang ke Rutan, rawat jalan," tuturnya.
"Tapi hari Kamis sore terus kemudian intensif kita periksa, pada hari Jumat dokter menyatakan kondisi yang bersangkutan sudah menurun. Akhirnya melaporkan ke saya bahwa kondisi ngedrop dan sebaiknya dibawa ke rumah sakit," imbuh Lukman.
Disebutkannya, atas dasar urgensi dan alasan kemanusiaan, disertai dengan dikirimkannya pemberitahuan ke pihak-pihak yang menahan, terdakwa dibawa ke rumah sakit.
Sampai akhirnya pada Jumat malam, pihak rumah sakit mengeluarkan rekomendasi supaya terdakwa dirawat.
"Bukan dari pihak Rutan yang mengeluarkan supaya dirawat, tapi dari pihak rumah sakit yang mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan perawatan rawat inap di rumah sakit," ucap Lukman.
Ia menegaskan, dalam hal ini, pihaknya merujuk kepada PP 58 tahun 1999 Tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
Di situ dipaparkan Lukman, sudah dijelaskan dengan rinci, bahwa pihak Rutan, dapat mengirimkan tahanan yang sakit ke rumah sakit. Baru kemudian dalam jangka waktu 1x24 jam, petugas Rutan memberitahukan kepada instansi yang menahan.
"Itu sudah kami lakukan, atas dasar kemanusiaan dan kewenangan sesuai dengan PP 58, itu kami laksanakan dan sesuai prosedural," beber Kepala Rutan Pekanbaru.
Lukman menerangkan, terkait pemberitahuan ini kepada kejaksaan dan pengadilan, pihaknya sudah melakukan beberapa macam komunikasi. Baru kemudian dalam jangka waktu 1x24 jam, petugas Rutan memberitahukan kepada instansi yang menahan.
"Itu sudah kami lakukan, atas dasar kemanusiaan dan kewenangan sesuai dengan PP 58, itu kami laksanakan dan sesuai prosedural," ujar Kepala Rutan Kelas I Pekanbaru.***