RIAUMANDIRI.CO - Pemerkosa puluhan santriwati hingga hamil dan melahirkan, Herry Wirawan (36) terancam hukuman mati akibat perbuatan bejatnya. Pertimbangan hukuman mati tersebut mengemuka dalam sidang lanjutan kasus perbuatan asusila yang dilakukan Herry di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (21/11/2021).
Jaksa penuntut umum (JPU) yang juga Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Asep N Mulyana menyatakan, hukuman mati dipertimbangkan dengan melihat fakta-fakta di persidangan.
"(Hukuman mati) Nanti kita lihat, saya gak berani berandai-andai, nanti fakta di persidangan seperti apa," ungkap Asep sesuai sidang.
Tidak hanya hukuman mati, lanjut Asep, pihaknya pun bakal mempertimbangkan hukuman lain untuk memperberat hukuman bagi terdakwa, yakni hukuman kebiri.
"(Hukuman kebiri) nanti kita lihat," ujar Asep. Lebih lanjut Asep mengatakan, sidang lanjutan kali ini digelar secara hybrid dengan menghadirkan tiga anak sebagai saksi yang hadir secara offline di pengadilan dan online.
"Ada dua orang saksi yang hadir fisik kemudian satu hadir yang memberikan keterangan melalui video conference," kata dia.
Dalam sidang, kata Asep, pihaknya berupaya menggali dugaan tindak pidana lain yang dilakukan Herry, terutama terkait dengan pengelolaan pesantren hingga penggunaan bantuan sosial (bansos).
"Sesuai yang disangkakan kami tanyakan seluruhnya. Tidak hanya perbuatan pidana pada anak-anak itu, tapi juga termasuk penggunaan bansos," terang Asep seraya mengatakan bahwa berdasarkan keterangan di persidangan, pesantren yang dikelola Herry merupakan penerima bantuan pemerintah.
Tidak hanya itu, pihaknya juga berupaya menggali keterangan dari Herry perihal metode pembelajaran hingga kurikulum yang diterapkan.
"Kami juga tanyakan tadi tentang metode pembelajaran ya, bagaimana mekanisme pembelajaran di sana dan bagaimana kurikulum dan tempat pendidikan di mana si terdakwa itu bernaung, kami tanyakan seluruhnya," bebernya.
"Ada beberapa dalam bentuk program Indonesia Pintar dan lainnya. Yang bersangkutan mengajukan atas nama anak-anak, kemudian menerima bansos dan ditarik untuk digunakan kepentingan bersangkutan," katanya.
Hingga saat ini, tambah Asep, sebanyak 18 saksi anak telah diperiksa dan dimintai kesaksiannya. Mereka merupakan saksi yang mengalami, melihat, dan mendengar langsung peristiwa itu serta yang mendapat cerita atau mengetahui kejadian atau fakta perbuatan terdakwa.
"Untuk efektivitas dan efisiensi persidangan, maka kami mengusulkan untuk memeriksa saksi secara maraton dalam artian klaster-klaster. Misal ada klaster bidan dipisah secara bersamaan, kemudian klaster menyangkut PNS dipisah bersamaan, sehingga pertanyaan kami tidak berulang ulang dan juga untuk cepat," katanya
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan perhatian khusus terhadap kasus pencabulan yang dilakukan Herry Wirawan. Hal itu diungkapkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam jumpa pers usai mengikuti rapat koordinasi (rakor) penanganan kasus Herry Wirawan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat di Jalan Naripan, Kota Bandung, Selasa (13/12/2021).
"Bapak Presiden memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini," tegas Gusti Ayu.
Menurut Gusti Ayu, Presiden Jokowi memberikan arahan, agar pemerintah hadir di tengah-tengah kasus ini untuk mengawal penegakkan hukum terhadap terdakwa dan pendampingan terhadap para korban kebiadaban Herry.
"Yang pasti kami tegaskan kepada semua, Bapak Presiden memberikan perhatian yang sangat serius dalam kasus ini untuk kita mengawal, baik dalam penegakan hukum tergadap terdakwa, penegakkan hukum yang seberat-beratnya karena ini sudah kejahatan yang luar biasa," tegasnya lagi.
Gusti Ayu menilai, perilaku biadab Herry tergolong kejahatan yang luar biasa dan Herry layak mendapatkan hukuman maksimal. Terlebih, Herry pun melakukan tindakan pidana lainnya, mulai dari eksploitasi santriwatinya yang umumnya masih anak-anak hingga penyalahgunaan dana bantuan pemerintah.
"Pelaku harus mendapatkan hukuman kebiri," tegas Gusti Ayu.
Herry sendiri didakwa dengan dakwaan primair, melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Herry juga didakwa dakwaan subsidair, yakni melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.