RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebut banyak penumpang gelap yang mengendalikan arah perjalanan bangsa Indonesia. Hal ini yang membuat arah perjalanan Indonesia melenceng dari kehendak dan cita-cita para pendiri bangsa ini.
Semuanya menurut LaNyalla, imbas dari amendemen konstitusi yang terjadi selama tahun 1999 hingga 2002 silam. Amandemen telah mengubah banyak pasal yang nyaris tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila sebagai nilai luhur bangsa.
"Sejak amendemen tersebut, kita seolah melepaskan diri dari DNA asli bangsa ini. Perubahan konstitusi dalam empat tahap kali telah kebablasan dan sarat dengan muatan kepentingan para penumpang gelap," kata LaNyalla saat menutup Muktamar ke-XII Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) secara virtual, Minggu (14/11/2021).
LaNyalla melanjutkan, jika dilihat dan cermati lebih jauh, entitas-entitas civil society yang dulu berjasa besar dalam proses lahirnya bangsa dan negara, ternyata tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa. Karena, wajah dan arah bangsa ini hanya ditentukan oleh partai politik.
"Partai politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa. Hanya partai politik melalui fraksi di DPR RI bersama pemerintah yang memutuskan undang-undang yang mengikat seluruh warga bangsa," ujarnya.
Dikatakan LaNyalla, jika KAMMI ingin mengimplementasikan cita-cita para pendiri bangsa, tentu harus memahami apa itu cita-cita para pendiri bangsa.
Bahkan bukan hanya memahami dengan membaca Pembukaan UUD, di mana cita-cita itu tertulis. Tetapi juga perlu merasakan suasana kebatinan para pendiri bangsa yang saat itu bersidang dalam forum BPUPKI dan PPKI dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia.
LaNyalla menjelaskan, proses penyusunan konstitusi Indonesia, dari pembukaan hingga batang tubuh, melibatkan banyak sumbangsih pemikiran dari lintas tokoh. Baik tokoh pergerakan, tokoh agamawan dan ulama, para raja dan sultan Nusantara, hingga kaum terdidik serta tokoh-tokoh militer.
Dikatakan LaNyalla, mereka berada dalam suasana kebatinan yang sama. Sebab, mereka semua merasakan bagaimana menjadi bangsa yang terjajah.
"Sayangnya, Indonesia semakin menjadi negara liberal kapitalis. Sebab, segelintir orang bisa menguasai separuh sumber daya alam di negara ini. Hal itu terjadi karena Pancasila hanya dibacakan dalam upacara dan peringatan kenegaraan, sudah tidak lagi membumi. Sehingga ibarat raga tanpa jiwa," nilainya LaNyalla.
Menurutnya, selain akibat dari amendemen yang kebablasan, disadari atau tidak, persatuan Indonesia rasanya semakin rapuh. Hal ini ditandai dengan polarisasi antarkelompok yang belakangan semakin menguat dan tajam sejak adanya penerapan ambang batas pencalonan presiden dalam kontestasi Pilpres.
Oleh karena itu, LaNyalla menilai sudah seharusnya KAMMI mengambil posisi dalam situasi kebangsaan saat ini. Sudah seharusnya KAMMI memandang rencana amandemen perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas sistem tata negara sekaligus arah perjalanan bangsa ini.