RIAUMANDIRI.CO - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru akhirnya menggelar sidang perdana dugaan korupsi dengan terdakwa Indra Agus Lukman, Selasa (9/11). Sidang perkara itu dilaksanakan, meski Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Riau nonaktif itu telah menang praperadilan.
Indra adalah pesakitan dugaan korupsi Bimtek dan Pembinaan Bidang Pertambangan serta akselerasi di Dinas ESDM Kuansing ke Provinsi Bangka Belitung 2013-2014. Saat perkara rasuah terjadi, dia menjabat Kadis ESDM Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Penyematan status tersebut dilakukan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Negeri) Kuansing. Namun belakangan status itu dicabut Hakim Tunggal Yosep Butar Butar dalam putusan praperadilan di PN Teluk Kuantan.
Permohonan gugatan praperadilan itu diajukan di saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga melimpahkan berkas perkara pokok tindak pidana korupsinya ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Dengan begitu, sidang tipikor pun digelar.
Dalam sidang perdana perkara pokok itu, Indra Agus mengikutinya secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teluk Kuantan, tempat dia ditahan. Adapun agenda sidang saat itu adalah pembacaan surat dakwaan oleh JPU.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan, Jaksa Rinaldi Adriansyah menyebutkan, Indra Agus melakukan tindak pidana korupsi bersama Ariyadi dan Tazaruddin (telah diputus dalam penuntutan terpisah). Perbuatan terjadi pada medio Maret hingga April 2013 di Kantor ESDM Kuansing.
Indra Agus selaku Kadis ESDM Kuansing sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengambil kebijakan untuk melaksanakan kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan akselarasi ke dalam tatacara pengadaan secara swakelola tanpa melalui mekanisme perencanaan umum pengadaan terlebih dahulu.
Dana untuk bimtek tersebut dianggarkan Rp450 juta. Dengan rincian Rp100 juta untuk biaya sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan Rp350 juta untuk biaya sub kegiatan akselerasi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan.
Kegiatan dilaksanakan berdasarkan kebijakan lisan yang disampaikan Indra Agus kepada Ariadi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Edisman selaku Bendahara Pengeluaran di Dinas ESDM Kuansing. Jumlah peserta 20 orang PNS yang bekerja di Bidang Pertambangan pada Dinas ESDM Kuansing dan tema dipilih 'Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kuansing'.
Setelah mengajukan dokumen pencairan anggaran pada Maret 2013, Edisman melakukan penarikan sebanyak tiga kali selama 10 hari sejak tanggal 8 Maret. Pertama Rp270 juta, kedua Rp50 juta, dan ketiga Rp130 juta. Setelah seluruh anggaran dicairkan, dibuat item kegiatan di Aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan.
"Dalam pelaksanaannya, kemudian banyak item-item kegiatan yang dikerjakan menyimpang dari ketentuan DPA SKPD Dinas ESDM Kabupaten Kuantan Singingi," ujar Jaksa Rinaldi.
Penyimpangan itu seperti jadwal kegiatan yang seharusnya dilaksanakan 5 hari di aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan mulai tanggal 18 sampai dengan 22 Maret 2013, ternyata hanya dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada tanggal 18, 19 dan 22 Maret 2013.
Selanjutnya acara pokok yang seharusnya diisi dengan penyampaian materi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan oleh 4 orang instruktur selama 5 hari (40 jam) dikurangi acara pembukaan, istirahat, salat dan makan serta acara penutupan, ternyata hanya diisi dengan acara pembukaan dan pemberian materi oleh 1 orang instruktur selama 5 jam pada hari pertama tanggal 18 Maret 2013.
Selain itu, acara diskusi diantara peserta workshop/bimtek dengan panitia pelaksana kegiatan pada hari kedua tanggal 19 Maret 2013, dan acara penutupan pada hari ke lima tanggal 22 Maret 2013.
"Penyimpangan atas pelaksanaan sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan di atas disebabkan adanya permufakatan antara saksi Edisman bersama-sama saksi Ariyadi serta terdakwa Indra Agus Lukman. Dana sesuai jumlah pagu Rp100 juta, dana hanya digunakan Rp20 juta," jelas JPU.
Dari dana Rp20 juta yang diserahkan Edisman kepada Ariyadi hanya digunakan Ariyadi untuk membiayai pelaksanaan rangkaian kegiatan di atas Rp19.550.000. Untuk pertanggungjawaban anggaran yang terpakai dibuat seolah-olah Rp100 juta.
Edisman, Ariyadi dan Indra Agus membuat 15 kwitansi, di antaranya pembiayaan biaya cetak, honor dan biaya pembelian makanan, uang saku peserta dan akomodasi.
"Dari 15 bukti kwitansi pembayaran berikut dengan bukti faktur maupun bukti daftar penerima senilai Rp100 juta yang dibuat sesuai dengan realisasi yang dibayarkan sedangkan terhadap 14 bukti kwitansi berikut dengan bukti faktur dan daftar penerima lainnya dibuat secara tidak benar antara lain ada pembiayaan yang fiktif dan ada yang melebihi. Markup Rp80.450.000," lanjut Jaksa.
Atas perbuatannya itu, Indra Agus dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 9 jo Pasal 10 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dakwaan itu, penasehat hukum Indra Agus, Rizki JP Poliang dan kawan-kawan, langsung membacakan keberatan atau eksepsi. Mereka menilai JPU tidak jelas menunjukan locus delicti dari perkara yang dituduhkan kepada kliennya. Penyidikan juga dinilai melabrak surat edaran Jaksa Agung tentang tata cara penanganan perkara.
Penasehat hukum menyebut, surat dakwaan JPU sudah dinyatakan tidak berlaku lagi, pasca putusan praperadilan pada 28 Oktober 2021. Di mana hakim tunggal Pengadilan Negeri Teluk Kuantan Yosep Butar Butar menyatakan penetapan tersangka terhadap Indra Agus tidak sah demi hukum.
"Demi hukum dan keadilan, kami memohon agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," pinta penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya.
"Menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Kejari Kuansing tidak dan tidak berdasarkan hukum dan M/meminta Kajari Kuansing melaksanakan putusan hakim," sambungnya.
Usai pembacaan eksepsi, majelis hakim memberikan kesempatan kepada JPU untuk membacakan tanggapan. JPU meminta waktu pembacaan tanggapan pada Senin (15/11) mendatang.
Setelah melakukan pertimbangan, majelis hakim menetapkan persidangan berikutnya digelar pada Jumat (12/11). "Hari Jumat saja, biar Senin, putusan (sela)," tegas Hakim Ketua Dahlan.
Namun penasehat hukum Indra Agus meminta agar pelaksanaan sidang dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa dipercepat. Hal ini demi keadilan terhadap Indra Agus yang masih ditahan, meski sudah menang praperadilan.
"Kami minta waktu dipercepat karena menyangkut hak asasi klien kami. Bos JPU tidak jelas, kami takutnya seperti yang dilakukannya dengan di PN Teluk Kuantan. Takutnya diulur-ulur (baca tanggapan). Kalau bisa, kami minta sidang Kamis," harap penasehat hukum Indra Agus.
Majelis hakim kembali bermusyawarah untuk menentukan jadwal sidang lanjutan. "Setelah kami bicarakan, ternyata Jumat ada acara di PN Bangkinang, takutnya sampai sore. Kami tunda sidang Kamis (11/11) sore juga tidak apa," imbuh Hakim Ketua Dahlan.
Namun, penasehat hukum Indra Agus masih meragukan jika JPU bisa membacakan tanggapan pada Kamis tersebut. Majelis hakim tetap memastikan sidang akan tetap berlangsung, tanpa ada tanggapan Jaksa.
"Kalau Kamis nanti Jaksa tak hadir, maka majelis hakim menganggap Jaksa tidak menggunakan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan atas eksepsi. Jelas ya, jelas," tegas Dahlan.
Dahlan menyatakan, pada persidangan ini majelis hakim belum bisa menentukan sikap. Menurutnya, majelis hakim terlebih dahulu harus membaca surat dakwaan, dan memusyawarahkan hasilnya sebelum ditentukan dalam putusan sela.
"Jadi ini tidak ada hubungannya praperadilan. Majelis hakim juga masih harus bermusyawarah lebih dulu. Belum tentu eksepsi dapat diterima. Harus dibaca dulu ini (surat dakwaan). Sesuai agenda saja," tandas Dahlan.