RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Keberhasilan Indonesia melakukan pecegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dipaparkan dalam forum COP26 atau Konferensi Perubahan Iklim di Glasgow, Inggris.
"Semua ini untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim," kata Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bidang Manajemen Landscape Fire Raffles B. Panjaitan dalam keterangan tertulis dari arena COP 26, Glasgow, Inggris, Minggu (7/11/2021).
Dijelaskan, perubahan kebijakan dalam penanganan kebakaran karhutla tahun 2016 dari pendekatan pemadaman menjadi pencegahan telah berhasil menurunkan karhutla dan hotspot yang sangat siginifikan di Indonesia.
Jumlah hotspot 2021 dibandingkan dengan 2015 terjadi penurunan 98,47 persen atau turun sebanyak 87.845 titik hotspot. Sedangkan penurunan karhutla juga sangat drastis, dari 2,6 juta ha pada 2015, menjadi 229 ribu ha pada Oktober 2021.
Penanganan karhutla sebelum 2015 lebih fokus pada penanggulangan/ pemadaman. Begitu juga penegakan hukum masih belum intensif dan data peringatan dan deteksi dini belum terkoordinir dan terintegrasi, termasuk data luas karhutla.
Posko Siaga Satgas Daerah belum terlalu diintensifkan. Pengerahan dana DSP oleh BNPB hanya bisa pada saat tanggap darurat, tidak bisa untuk siaga darurat. Patroli udara dan pemadaman udara belum terlalu intensif.
Pencegahan dengan operasi TMC dan sinergi penanganan karhutla belum berjalan baik. Saat itu belum dibentuk Masyarakat Peduli Api Berkesadaran Hukum (MPA-Paralegal).
“Sejak 2016, setelah karhutla besar pada t2015, kita melakukan pendekatan pencegahan dengan serangkaian perubahan dalam perencanaan, sumber daya manusia, penganggaran dari KLHK dengan pelibatan para pihak atau stake holder dan masyarakat di tingkat tapak atau desa,” jelas Panjaitan.
Raffles mengatakan, sebelum 2016 tidak pernah dilakukan pencegahan di tingkat tapak atau desa. Dengan strategi pencegahan mulai di tingkat desa di 13 provinsi rawan karhutla bekerja sama dengan Kementerian Desa, maka penanganan karhutla jadi lebih efektif.
Langkah besar yang dilakukan sejak 2016 juga meluncurkan aplikasi kebakaran dini hutan bernama SiPongi yang bisa dilihat dalam laman Kementerian LHK. SiPongi bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan upaya pencegahan karhutla dengan lebih cepat sehingga bencana tersebut dapat dikurangi. Sebelumnya laporan karhutla hanya via email.
Kemudian Polri juga menyampaikan ke dunia bahwa sistem monitoring hotspots dengan program "ASAP" untuk mendukung upaya pengendalian karhutla di Indonesia.
Diungkapkan Raffles, sejak 2016, Menteri LHK mengeluarkan Surat Keputusan MENLHK No. 32 tahun 2016 (SE) yang berisi setiap perusahana harus mempunyai divisi atau brigade khusus yang bertugas melakukan pencegahan dan pengendalian karhutla.
“Kementerian lain juga bergerak. Setiap tahun Presiden memberikan arahan pada gubernur, Kapolda, Pangdam, Danrem, Kapolres di setiap provinsi rawan karhutla tentang bagaimana melakukan pengendalian karhutla. Dengan demikian penanganan karhutla dilakukan secara terpadu.
Raffles Panjaitan menjelaskan, dalam 2 tahun terakhir ini ada kebijakan Menteri LHK yang ikut membuat karhutla menurun drastis. Pertama, analisis iklim dan langkah-langkah yang kegiatannya melakukan monitoring cuaca dan analisis wilayah potensi karhutla dan modifikasi cuaca.
Kedua, pengendalian terpadu, seperti pemerintah daerah melakukan deteksi dini karhutla di daerah dan segera melakukan pemadaman. Ketiga, pengelolaan landscape, sebab Indonesia banyak sumber mineral dan gambut.
Raffles juga menyinggung peran dan jasa besar Prof Johann Goldammer, Direktur Global Fire Monitoring Center (GFMC) dalam ikut membantu Indonesia mengendalikan karhutla. Banyak hasil riset dan saran dari Goldammer yang menginspirasi Indonesia untuk menangani masalah karhutla lebih baik.
Goldammer mendapat Penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo yang diserahkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam rangkaian acara di Paviliun Indonesia pada COP 26 Climate Change Conference, 4 November 2021.