RIAUMANDIRI.CO - Sidang lanjutan dengan terdakwa Donna Fitria kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Senin (18/10). Salah satu saksi yang dihadirkan adalah mantan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Yan Prana Jaya Indra Rasyid.
Donna adalah terdakwa dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017. Saat rasuah terjadi, Donna menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran di organisasi perangkat daerah tersebut.
Dia adalah pesakitan kedua. Dimana tersangka pertama ada Yan Prana Jaya yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak. Untuk nama yang disebutkan terakhir, telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.
Kini, Yan Prana bersaksi untuk mantan bawahannya, Donna Fitria. Dia memberikan keterangan secara virtual dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Dalam sidang itu, Yan Prana mengisahkan ihwal mula adanya pemotongan perjalanan dinas sebesar 10 persen di Bappeda Siak. Dimana pemotongan biaya perjalanan dinas sepanjang tahun 2013-2014 itu mencapai Rp758 juta.
Dia mengaku tidak pernah memerintahkan Donna untuk memotong dana tersebut. Justru menurutnya, Donna yang mengusulkan agar dana perjalanan dinas dipotong masing-masing sebesar 10 persen.
Masih dikatakannya, usulan dikemukakan Donna lantaran dibutuhkan biaya-biaya yang tidak dianggarkan dalam APBD Kabupaten Siak pada pos anggaran Bappeda Siak.
"Pernah diusulkan Donna ke saya. Tapi, bukan saya yang perintahkan. Itupun sebenarnya bukan pemotongan, tapi partisipasi dari pegawai dalam menutup biaya-biaya untuk kegiatan atau acara yang tidak dianggarkan dalam APBD," ujar Yan Prana menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Dahlan.
Lanjut dia, sejumlah penggunaan uang tersebut di antaranya dipakai untuk membeli hadiah jika ada kegiatan ulang tahun atau acara instansi vertikal. Namun, ia tak menyebut instansi vertikal apa yang diberikan hadiah tersebut.
"Misalnya untuk hadiah sepeda, televisi atau papan bunga ulang tahun acara instansi vertikal," terang Yan Prana.
Uang dari pemotongan perjalanan dinas itu, kata Yan, juga dipakai untuk menutup biaya acara lain seperti MTQ, lebaran dan tenaga honorer di Bappeda Siak yang tidak ada alokasi anggarannya dalam APBD.
Namun, Yan Prana membantah kalau pemotongan uang perjalanan dinas atas perintahnya kepada pegawai dalam sebuah rapat.
"Dulu memang ada pertemuan rapat resmi, tapi membahas kegiatan Bappeda dan penyusunan RAPBD. Tidak ada rapat membahas pemotongan uang perjalanan dinas," kata Yan.
"Di akhir rapat, sempat saya sampaikan soal usulan Donna untuk partisipasi pegawai itu. Jadi itu bukan keputusan rapat, hanya menyampaikan usulan Donna dan tidak ada keberatan dari pegawai," sambung orang dekat Gubernur Riau, Syamsuar itu.
Yan Prana menyebut, kalau dirinya hanya meneruskan usulan Donna. Ia pun tak keberatan lantaran pemotongan dana perjalanan dinas juga sudah dilakukan sebelum dia menjabat secara defenitif sebagai Kepala Bappeda Siak pada 2013 lalu.
"Sebelum saya jadi Kepala Bappeda Siak, juga sudah ada pemotongan dana itu," terang Yan Prana.
Dalam persidangan itu, Yan Prana sempat ditanya soal adanya dokumen rekapitulasi hasil dana pemotongan biaya perjalanan dinas. Namun menurutnya, dokumen itu dibuat dan muncul saat ia sudah diperiksa oleh penyidik di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
"Dokumen rekapitulasi itu ada saat pemeriksaan saya sebagai tersangka dulu di Kejati. Jadi itu bukan dokumen Bappeda. Rekapitulasi itu bukan dibuat Bappeda," beber dia.
Ditanya soal adanya dugaan korupsi dalam pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan makanan dan minuman, Yan Prana mengaku tidak tahu soal itu. Menurutnya, pengadaan ATK dan makan minum dilakukan oleh anak buahnya, khususnya Bidang Umum di Bappeda Siak.
Adapun total dugaan kerugian negara untuk anggaran ATK sebesar Rp28 juta. Sementara perhitungan kerugian negara dari anggaran makan minum sebesar Rp477 juta.
Terkait kesaksian Yan Prana, Donna membantah kalau inisiatif pemotongan dana perjalanan dinas pegawai Bappeda Siak itu berasal dari dirinya. Ia menyebut pemotongan itu merupakan perintah Yan Prana.
"Pemotongan itu karena perintah atasan saya, Yang Mulia," singkat Donna.
Selain Yan Prana, pada sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan saksi lainnya. Dia adalah Sri Mulyani selaku Saksi ahli auditor dari Inspektorat Kota Pekanbaru.
Dalam kesaksiannya, Sri Mulyani menyatakan menemukan adanya kerugian keuangan negara, terkait pemotongan dana perjalanan dinas sebesar 10 persen.
Disebutkan Sri Mulyani, dirinya dipanggil penyidik di Kejati Riau pada tahun 2020 untuk diperiksa guna melengkapi berkas perkara dan diminta bantuan untuk menghitung kerugian negara dengan terdakwa waktu itu, Yan Prana Jaya.
Berikutnya pada tahun 2021, ia kembali dipanggil Jaksa. Kali ini untuk berkas perkara dan menghitung kerugian keuangan negara terdakwa Donna Fitria. Berkas Yan Prana Jaya dan Donna Fitria terpisah.
Menurut saksi, hasil audit kerugian keuangan negara kedua terdakwa berbeda. Dimana kerugian keuangan negara yang disebabkan perbuatan terdakwa Yan Prana Jaya lebih banyak dibanding terdakwa Donna Fitria.
"Yan Prana lebih banyak (kerugian keuangan negara), dan Donna lebih sedikit, karena Donna 2013 dan 2014. Sedangkan Yan Prana dari 2013 sampai 2017," terang Sri.
Diterangkannya, untuk menghitung kerugian keuangan negara, dia diberikan sejumlah dokumen pendukung oleh jaksa penyidik. Di antaranya Surat Pertanggungjawaban (SPJ) mengenai Alat Tulis Kantor (ATK), SPJ makan minum, dan SPJ perjalanan dinas. Ada pula terkait laporan keuangan.
"Metodenya melihat dari pencairan SP2D, dana-dananya. Kemudian dilihat SPJ-nya. Selisih antara kedua itu adalah nilai kerugian keuangan negara," urai dia.
"Kalau makan minum total loss, kalau ATK tidak total loss. Pengurangan dari selisihnya," lanjut dia.
Disebutkannya, untuk perjalanan dinas di Bappeda Siak, memang ada pemotongan sebesar 10 persen untuk setiap kegiatan. Untuk tahun 2013 dia mencatat, pemotongan Rp275 juta lebih. Kemudian tahun 2014, pemotongan Rp483 juta. Sehingga total sekitar Rp785 juta.
"Lebih kurang 60 pegawai (yang dipotong). Semua Yang Mulia," papar Sri Mulyani.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, Donna Fitria bersama-sama Yan Prana Jaya Indra Rasyid (perkara terpisah) pada Januari 2013 sampai Maret 2015 melakukan perbuatan berlanjut secara melawan hukum yaitu, menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2014.
Tak hanya perjalanan dinas, Donna juga mengelola anggaran Kegiatan Pegadaan Alat Tulis Kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2015 dan melakukan Pengelolaan Anggaran Makan Minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 sampai 2014 yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara Rp1.264.176.117, berdasarkan laporan Hasil Audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 700/INSPEKTORAT/05/2021 tanggal 09 Juni 2021," kata JPU.
Lanjut JPU, pada 2013 sampai 2014 terdapat anggaran rutin dan kegiatan pada Bappeda Kabupaten Siak dengan total anggaran Rp7.585.731.600. Dengan rincian anggaran 2013 terealisasi Rp2.757.426.500, dan anggaran 2014 terealisasi Rp 4.860.007.800.
Perbuatan itu berawal ketika Januari 2013, terjadi pergantian Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak dari Rio Arta kepada Donna Fitria. Ketika itu, Yan Prana yang menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak mengarahkan Donna Fitria melakukan pemotongan biaya perjalanan dinas sebesar 10 persen dari masing-masing pelaksana perjalanan dinas.
Yan Prana mengarahkan Donna Fitria untuk menanyakan kepada Rio Arta. Pemotongan anggaran perjalanan dinas dilakukan sejak 2013 sampai Desember 2014 dengan cara saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksana kegiatan, terdakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen.
Dari total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas masing-masing pegawai, uang yang diterima oleh pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan tanda terima yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana perjalanan Dinas.
"Uang dari hasil pemotongan tersebut disimpan oleh Donna Fitria untuk selanjutnya diserahkan kepada Yan Prana Jaya," urai JPU.
Lalu pada Januari 2014, Yan Prana Jaya mengadakan rapat di ruang rapat Bappeda Kabupaten Siak yang dihadiri hampir seluruh pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Siak. Dalam rapat itu, Yan Prana Jaya menyampaikan agar setiap anggaran SPPD Bappeda Kabupaten Siak tetap dipotong sebesar 10 persen melalui Donna Fitria selaku Bendahara Pengeluaran.
Dari keterangan Ade Kusendang, ketika rapat ada salah satu peserta rapat ada yang bertanya, "untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong?". Saat itu Yan Prana Jaya menjawab bahwa uang hasil potongan 10 persen tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran lain yang dananya tidak dianggarkan.
Selanjutnya Yan Prana Jaya menanyakan kepada yang hadir, apakah ada yang keberatan atas pemotongan itu. kemudian Yan Prana Jaya mengatakan "Kalau tidak ada yang keberatan saya anggap semua setuju" dan tidak ada yang menanggapi.
Uang hasil pemotongan 10 persen disimpan Donna Fitria di brankas Kantor Bappeda Siak. Uang itu dicatat dan diserahkan kepada Yan Prana Jaya secara bertahap sesuai permintaan Yan Prana Jaya
Atas perbuatan tersebut, JPU menjerat Donna Fitria dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.