RIAUMANDIRI.CO - Andi Putra urung bersaksi di pengadilan untuk terdakwa Mursini. Atas kondisi itu, Jaksa Penuntut Umum bakal memanggil kembali Bupati Kuantan Singingi itu untuk diperiksa dalam perkara rasuah tersebut.
Sejatinya, Andi Putra bersaksi pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (13/10). Keterangannya dibutuhkan untuk membuktikan dakwaan Jaksa dalam perkara dugaan korupsi terkait anggaran enam kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing yang membuat mantan Bupati Mursini duduk di kursi pesakitan.
Kendati surat panggilan telah dilayangkan sejak beberapa hari yang lalu, namun putra dari anggota DPRD Provinsi Riau, Sukarmis itu, memilih tidak hadir. Dia beralasan ada kegiatan mendampingi Gubernur Riau, Syamsuar di Kota Jalur.
"Iya, ada pemberitahuan bahwa yang bersangkutan tidak dapat hadir ke persidangan," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing Hadiman, Rabu petang.
Atas kondisi itu, Kajari menegaskan, pihaknya akan kembali melayangkan surat panggilan terhadap Andi Putra untuk bersaksi pada persidangan selanjutnya. "Kami panggil lagi nanti," tegas mantan Koordinator pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) itu.
Terpisah, Dody Fernando menyampaikan, pihaknya telah mengirimkan surat pemberitahuan terkait ketidakhadiran Andi Putra ke Kejari Kuansing. Surat itu, dilayangkan bersamaan dengan hari pemeriksaan Andi Putra.
"Surat pemberitahuan tidak bisa memenuhi panggilan kami masukan pagi ini (kemarin, red)," sebut Kuasa Hukum Andi Putra itu.
Dia kemudian memaparkan alasan ketidakhadiran kliennya itu. Menurut dia, Andi Putra ada tugas mendampingi Gubernur Riau Syamsuar yang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kuansing.
"Hari ini (kemarin,red), Pak Bupati tidak bisa hadir di persidangan, dikarenakan ada tugas mendampingi Gubernur dalam kunjungan kerja di Kuansing," jelas Dody.
Selain Andi Putra, JPU melakukan pemanggilan terhadap lima saksi lainnya, yakni mantan anggota DPRD Kuansing, Rosi Atali, dan Musliadi. Lalu, mantan Wakil Bupati Kuansing, Halim, mantan Sekdakab Kuansing, Dianto Mampanini serta mantan Kabag Umum, Muradi. Para saksi itu diketahui hadir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Sebelumnya, nama Andi Putra pernah disebut-sebut saksi lainnya pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Dahlan itu. Dia disinyalir pernah menerima aliran dana dari anggaran 6 kegiatan di Setdakab Kuansing sebesar Rp90 juta. Uang itu digunakan untuk pembangunan pos penjagaan di rumah baru miliknya.
Hal itu sebagaimana disampaikan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekdakab Kuansing, Murhalius pada sidang yang digelar Rabu (6/10) kemarin. Murhalius sendiri telah menyandang status terpidana dalam perkara yang sama.
Dalam kesaksiannya saat itu, Murhalius mengaku memberikan uang untuk Andi Putra yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kuansing melalui Rino.
“Waktu itu, saya ditelpon oleh Saleh (Kabag Umum) dari rumah Andi Putra. Dia (Saleh,red) bercerita masalah untuk membantu rumah Ketua (DPRD)," ujar Muharlius kala itu.
"Setahu saya yang dibantu kan (untuk rumah dinas) sudah ada. Saleh mengatakan untuk pembangunan pos penjagaan di rumah baru milik Ketua (Andi Putra). Saya sampaikan ke bendahara dan dibantu dari keterangan Verdi sebesar Rp90 juta," sambung Muharlius menjelaskan.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, Mursini bersama-sama dengan telah melakukan, menyuruh atau beberapa perbuatan yang dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Perbuatan mereka dilakukan dengan cara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selanjutnya dikatakan JPU, Mursini dilantik sebagai Bupati berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.14-4874 Tahun 2016 Tanggal 20 Mei 2016 tentang Pengangkatan Bupati Kuantan Singingi. Untuk melaksanakan kegiatan di lingkungan Pemkab Kuansing menunjuk lima terpidana yang namanya di atas.
Pada tahun 2017, Setdakab Kuansing melaksanakan enam kegiatan dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp13.300.650.000 tahun anggaran 2017.
Adapun kegiatan itu yakni, dialog atau audiensi dengan tokoh masyarakat dan pimpinan organisasi sosial, serta masyarakat sebesar Rp4,8 miliar. Namun, pada kegiatan itu terdapat perubahan dengan dokumen pelaksanaan perubahan anggaran Rp7,27 miliar.
Lalu, kegiatan penerimaan kunjungan kerja pejabat negara/departemen/lembaga pemerintah nondepartemen/luar negeri senilai Rp1,2 miliar. Kegiatan rapat koordinasi unsur Muspida senilai Rp1,185 miliar, kegiatan rapat koordinasi pejabat pemerintah daerah sebesar Rp960 juta. Kemudian, kegiatan kunjungan kerja kepala/wakil kepala daerah Rp725 juta dan kegiatan penyediaan makanan dan minuman senilai Rp1,96 miliar.
Untuk pelaksanaan enam kegiatan tersebut, saksi Muharlius selaku PA telah melaporkan kepada terdakwa bahwa realisasi belanja anggaran sebesar Rp.13.209.590.102 atau 99,32 persen dari seluruh total anggaran enam kegiatan.
Mursini beberapa kali memerintahkan saksi Muharlius mengeluarkan sejumlah uang untuk keperluan pribadi terdakwa. Uang tersebut, diketahui bersumber dari anggaran pelaksanaan enam kegiatan itu.
Pada hari Selasa (13/6) tahun 2017, terdakwa memerintahkan saksi M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK.
Mursini kemudian memerintahkan Verdi Ananta berangkat ke Batam menyerahkan uang tersebut kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK.
Terdakwa berpesan sebelum menyerahkan uang tersebut agar menukarnya dalam bentuk pecahan dollar amerika. Untuk berkomunikasi dengan orang yang mengaku pegawai lembaga antirasuah, Verdi diberikan terdakwa satu unit handphone nokia yang telah tersimpan nomor bersangkutan.
Selang sehari kemudian, Verdi bersama saksi Aprigo Roza berangkat menuju Hotel Pangeran untuk bertemu M Saleh dan menerima uang tunai sebesar Rp500 juta. Kemudian, menukarnya dalam bentuk pecahan dolar amerika dan berangkat ke Batam menggunakan pesawat.
Setibanya di Bandara Hang Nadim Batam, Verdi Ananta langsung menghubungi nomor yang terdapat dalam handphone nokia. Tak berselang lama, Verdi dihampiri oleh orang yang mengaku pegawai KPK tersebut dan mengajak menuju ke parkiran kendaraan roda empat.
Setelah sampai di mobil, Verdi Ananta disuruh masuk ke dalam mobil bersama dengan orang tersebut dan menyerahkan uang titipan dari Bupati Kuansing Mursini sebesar Rp500 juta dalam pecahan dolar amerika.
Usai penyerahan uang, Verdi bergabung kembali dengan Rigo dan Nanda serta menginap di Hotel Holiday. Keesokan harinya, saksi pulang ke Pekanbaru dan melanjutkan perjalanan ke Kuansing. Setibanya di Kuansing, ia pun mengembalikan handphone tersebut kepada terdakwa di kediaman Bupati.
Pada bulan Juli 2017, Mursini kembali memerintahkan saksi M Saleh menyediakan uang sebesar Rp150 juta untuk diserahkan kepada orang yang sama, yang mengaku sebagai pegawai KPK. Sama seperti sebelumnya, terdakwa kembali menyerahkan satu unit handphone. Atas perintah itu, Saleh bersama Verdi berangkat ke Batam.
Setiba di sana, Saleh langsung menghubungi orang mengaku pegawai KPK dan menyerahkan uang tersebut kepadanya di area parkir mobil. Setelah menginap semalam di Batam, mereka pulang ke Pekanbaru.
Tak hanya itu saja, Verdi Ananta pernah dipanggil Plt Setdakab Kuangsing, Muharlius ke ruangan kerjanya. Saat itu, Muharlius menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Verdi Ananta dan meminta agar menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Kuansing, Mursini di Pekanbaru untuk kepentingan berobat istri Bupati Kuansing.
Muharlius memerintahkan saksi Verdi Ananta untuk menukarkan uang tersebut dengan rincian sebesar Rp100 juta ke mata uang Ringgit Malaysia. Dan Rp50 juta tetap dalam bentuk rupiah untuk diserahkan kepada terdakwa.
Berikutnya pada Rabu (7/6) tahun 2017, saksi Saleh melalui saksi Verdi telah mentransfer uang sejumlah Rp125.000.000 ke rekening Bank Riau Kepri milik Swiss Bell In Pekanbaru Swiss Bell Inn Pekanbaru selaku pengelola gedung SKA Co Ex. Uang itu, merupakan pemenuhan janji Mursini untuk menanggung seluruh biaya penyelenggaraan acara Halal Bihalal Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Pekanbaru tahun 2016.
IKKS Pekanbaru juga menerima uang Rp90 juta dari M Saleh. Pemberian uang ini, untuk membantu pembiayaan kegiatan Halal Bihalal yang diselenggarakan pada hari Sabtu tanggal 22 Juli 2017 bertempat di ballroom Hotel Premier Pekanbaru yang turut dihadiri Mursini.
Pada saat pembahasan RAPBD 2017, Mursini memerintahkan Muharlius menyelesaikan pembahasan agar menjadi APBD. Atas perintah itu, Muharlius menemui Ketua DPRD Andi Putra, yang kini menjabat sebagai Bupati Kuansing.
Usai pertemuan itu, pada April 2017, Muharlius memerintahkan Verdi Ananta menyerahkan uang Rp90 juta untuk Andi Putra melalui Rino. Penyerahan uang itu, juga dilaporkan Muharlius kepada terdakwa.
Tak hanya Andi Putra, anggota DPRD, Musliadi juga menerima uang Rp500 juta dari M Saleh agar APBD 2017 segera disetujui. Hal ini. setelah Mursini bertemu Musliadi dan anggota dewan lainnya. Penyerahan uang itu, dilakukan M Saleh kepada Musliadi di gedung DPRD Kuantan Singingi.
Masih dalam tahun 2017, pada rapat pembahasan dan pengesahan RAPBD-P Kuansing menjadi APBD-P 2017, Mursini kembali memerintahkan Saleh menyerahkan uang sebesar Rp150 juta saksi Rosita Ali dan atas perintah tersebut. Penyerahan itu, dilakukan di Jalan Perumnas Teluk Kuantan.
Pengeluaran uang atas perintah terdakwa sebesar lebih kurang Rp1.550.000.000 berasal dari 6 kegiatan yang dikelola saksi Muharlius dan M Saleh yang tidak sesuai dengan peruntukkan penganggaran kegiatan dan mengakibatkan kerugian negara Rp7.451.038.606. Hal itu, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh auditor.
Perbuatan Mursini melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5 ayat 1, Pasal 11, Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.