RIAUMANDIRI.CO - Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi mengaku telah mengantongi cukup alat bukti untuk menjerat Indra Agus Lukman sebagai tersangka. Hal itu diyakini mampu mementahkan upaya praperadilan yang dikabarkan akan ditempuh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau itu.
Indra Agus baru saja ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi terkait kegiatan Bimtek dan Pembinaan Bidang Pertambangan serta akselerasi di Dinas ESDM Kuansing ke Provinsi Bangka Belitung tahun 2013-2014 yang bersumber dari APBD sebesar Rp765.512.700. Kerugian negara ditaksir Rp500.176.250. Saat itu, Indra Agus menjabat Kadis ESDM Kuansing.
Penanganan perkara itu dilakukan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kuansing. Indra Agus sendiri diketahui telah dijebloskan ke penjara, dan dititipkan di Rutan Mapolres Kuansing untuk 20 hari ke depan, dimulai sejak 12 hingga 31 Oktober 2021 mendatang.
Tidak terima dengan status dan penahanan itu, Indra Agus dikabarkan akan menempuh upaya hukum praperadilan. Menanggapi hal itu, Kepala Kejari (Kajari) Kuansing, Hadiman menyatakan, hal itu sah-sah saja dilakukan oleh tersangka.
"Silakan saja dia mengajukan. Itu hak dari pada tersangka, apakah itu mengajukan praperadilan, atau apakah upaya lain, silakan," ujar Hadiman saat ditemui di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Rabu (13/10).
Pihaknya kata Hadiman, tidak gentar menghadapi praperadilan itu. Menurut dia, penyidik telah bekerja secara profesional dan mengantongi cukup bukti sehingga menetapkan Indra Agus sebagai tersangka.
"Kami juga mempunyai hak, artinya memproses sampai ke pengadilan. Bukti-bukti yang kami temukan lebih dari dua alat bukti. Apalagi ini ada dalam putusan pengadilan, bahwa ada perbuatan tindak pidana korupsi bersama-sana terpidana Edisman dan Ariadi," beber Kajari Hadiman.
Dua nama yang disebutkan terakhir telah menyandang status terpidana. Mereka masing-masing selaku Bendahara Pengeluaran Dinas ESDM Kuansing dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Keduanya sudah diadili dan dinyatakan terbukti bersalah dengan hukuman penjara masing-masing selama 1 tahun.
"Di dalam putusan (Edisman dan Ariadi), perbuatan mereka bersama-sama dengan IAL (Indra Agus Lukman,red)," tegas mantan Koordinator pada Kejati Sulawesi Tengah (Sulteng) itu.
Masih dari kabar yang didapat, pertimbangan upaya praperadilan yang akan diajukan itu karena perkara tersebut sudah lama dan telah dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Selain itu, kerugian negara juga sudah dipulihkan.
"Ada ya saya dengar, saya baca seperti itu," sebut Kajari.
Terkait rumor SP-3, Kajari Hadiman membantah hal tersebut. "Sampai hari ini, SP-3 itu tidak ada. Kan Kajari juga tidak pernah mengeluarkan SP-3 dan yang ada perkara atas nama IAL belum diproses sampai ke pengadilan," tegas Hadiman.
"Rupanya ada laporan dari LSM bahwa kenapa satu orang ini (Indra Agus,red) tidak diproses. Sedangkan yang dua sudah inkrah. Atas laporan itu kami menelusuri. Ternyata benar ada dalam putusan bahwa IAL ini selaku kepala dinas ikut serta melakukan perbuatan itu, dan sekarang kita proses," sambungnya menjelaskan.
Sementara terkait adanya pengembalian kerugian negara, itu dibenarkannya. Hanya saja, itu terjadi saat dua pesakitan sebelumnya akan menghadapi sidang dengan agenda tuntutan.
"Itu tidak menghapus pidana. Hanya meringankan karena sudah diproses dalam persidangan," sebut dia.
Dalam kesempatan itu, Hadiman menyampaikan terkait adanya surat pernyataan dari Edisman dan Ariadi yang mengakui bahwa mereka yang bertanggung jawab dalam perkara itu. Namun, kata Hadiman, surat itu dibuat setalah mereka divonis dan status perkara telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Mereka sudah divonis, barulah membuat surat pernyataan. Entah siapa yang membuat itu dan sebagainya. Namun pada saat kita tanya saksi Edisman dan Ariadi mengakui kalau buat surat pernyataan itu setelah putusan pengadilan," pungkas Hadiman.