RIAUMANDIRI.CO - Penyidikan dugaan korupsi dana kasbon APBD Indragiri Hulu Tahun 2005-2008 senilai Rp114 miliar terkesan jalan di tempat. Adanya seorang saksi yang belum diperiksa, menjadi kendala penyidik melanjutkan proses pengusutan.
Pengusutan perkara ini diketahui masih berupa penyidikan umum. Artinya, penyidik belum ada menetapkan tersangka dalam perkara pengembangan dari mantan Bupati Inhu, Thamsir Rahman, karena, dana kasbon ini tiap tahun menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau.
"Perkara ini penyidikan. Ini kan pengembangan," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Marvelous, Senin (11/10).
Dalam tahap ini, penyidik masih berupaya mengumpulkan alat bukti, baik dari keterangan saksi-saksi maupun barang bukti lainnya. Hanya saja, penyidik menemukan suatu kendala, yakni masih ada satu saksi yang belum diperiksa.
Saksi yang diketahui berinisial A tersebut disinyalir sebagai pihak yang turut menikmati dana kasbon. Penyidik telah beberapa kali memanggil yang bersangkutan, hanya saja dia belum datang memenuhi panggilan tersebut.
"Ada satu orang saksi berinisial A, terkendala pemeriksaannya. Sudah tiga kali dipanggil, tidak datang. Dia pihak swasta," sebut mantan Kasi E Bidang Intelijen Kejati Riau.
Penyidik kata Jaksa yang akrab disapa Marvel itu, terus berupaya untuk bisa menghadirkan saksi tersebut. Namun hingga kini, Jaksa belum mengetahui keberadaannya.
"Penyidik telah berkoordinasi dengan (Seksi) Intelijen untuk melacak keberadaannya," pungkas Marvel.
Dalam penyidikan lanjutan ini, sejumlah pihak telah diperiksa. Di antaranya, Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Pekanbaru, Ardiansyah Eka Putra. Pria yang akrab disapa Yayan itu menjalani pemeriksaan pada awal Maret 2021 kemarin.
Pemeriksaan Yayan bukan tanpa alasan. Dia diduga menikmati uang yang menjadi persoalan dalam perkara ini saat masih bertugas di Inhu. Adapun nilainya sekitar Rp250 juta.
Sebelumnya, penyidik kembali melakukan pemeriksaan terhadap Hendrizal. Pemeriksaan yang dilakukan pada akhir Februari 2021 lalu itu diketahui merupakan pemeriksaan lanjutan terhadap Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Inhu dalam perkara tersebut.
Selain Hendrizal, saat itu ada tiga lainnya yang ikut diperiksa. Mereka berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhu. Adapun ketiga ASN itu di antaranya Erlina, Ibrahim Alimin dan Boyke Sitinjak.
Dua nama yang disebutkan terakhir, juga pernah diperiksa sebelumnya bersama Hendrizal. Ibrahim Alimin adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Inhu, sementara Boyke Sitinjak adalah Inspektur Inhu.
Dalam pengusutan perkara ini, tim dari Kejati Riau juga telah turun ke Kabupaten Inhu. Yakni, dengan mendatangi Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kabupaten setempat.
Diketahui, mantan Bupati Inhu Thamsir Rahman telah dijebloskan ke penjara pada 11 Januari 2016 lalu. Dia dinyatakan bersalah melakukan rasuah tersebut, dan dihukum 8 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dia juga diwajibkan membayar uang uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp28,8 miliar subsider 2 tahun penjara.
Dalam kasus ini, Thamsir dinyatakan tidak bisa mempertanggungjawabkan dana kasbon daerah tahun 2005-2009 sebesar Rp114.662.203.509. Dana yang dikeluarkan itu, tanpa didukung dengan dokumen yang sah dan lengkap, yaitu harus adanya Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan atau Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dana ratusan miliar itu, tersebar di lima kelompok pengajuan pembayaran. Pertama, kas bon dari Sekdakab Inhu sebesar Rp46.577.403.000. Kedua, kasbon pimpinan dan sebagian anggota DPRD Inhu sebesar Rp18.690.000.000. Ketiga, kasbon yang diajukan Sekretaris dan Bendahara DPRD Inhu sebesar Rp6.219.545.508.
Keempat, kasbon yang dibuat oleh pejabat SKPD Inhu untuk panjar pelaksanan kegiatan di SKPD senilai Rp19.681.461.972. Kelima, kasbon pihak ketiga atau rekanan, untuk panjar proyek termin sebanyak Rp23.493.793.029.
Permintaan kasbon itu dilakukan secara lisan selama empat tahun. Akibat perbuatan itu, negara dirugikan sebesar Rp45,1 miliar.