RIAUMANDIRI.CO - Sidang lanjutan dugaan korupsi dengan terdakwa Mursini kembali digelar setelah ditunda beberapa pekan. Kali ini, tiga orang dihadirkan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan Jaksa terhadap mantan Bupati Kuantan Singingi itu.
Mursini adalah pesakitan dugaan rasuah berkenaan dengan masalah 6 kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing. Dia mengikuti persidangan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Ada tiga saksi yang dihadirkan Jaksa pada sidang tersebut. Mereka mantan Plt Setdakab Kuansing, Murhalius, mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab dan selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), Hetty Herlina, dan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing, Yuhendrizal merangkap PPTK. Ketiganya telah menyandang status terpidana dalam perkara yang sama.
Saksi pertama yang memberikan kesaksian, Hetty Herlina. Ia mengaku sebagai PPTK terhadap tiga kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing tahun 2017. Di antaranya kegiatan audiensi pimpinan bersama tokoh masyarakat serta kegiatan kunjungan Bupati dan Wakil Bupati.
"Saya PPTK di tiga kegiatan, berapa besaran kegiatannya saya tidak ingat lagi," ucap Hetty di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (6/10).
Atas jawaban itu, hakim anggota melayangkan pertanyaan kepada saksi. Pertanyaan tersebut terkait siapa saja yang menggunakan dana kegiatan audiensi. Oleh Hetty menyampaikan, digunakan Bupati, Wakil Bupati serta Sekda.
"Semuanya anggaran itu cair atau tidak?," tanya hakim. "Saya tidak tahu, bukan saya yang mencairkan," jawab Hetty.
Hetty menerangkan, dirinya hanya ditugaskan menyiapkan makan dan minum di setiap pelaksanaan kegiatan. Hal ini berdasarkan perintah yang diterima langsung dari Kabag Umum Setdakab Kuansing saat itu, M Saleh.
Terhadap anggaran pelaksanaan kegiatan yang di bawah kendalinya, Hetty juga mengaku tidak tahu apakah terealisasi semuanya.
Hakim anggota kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi pada poin 26. Yang mana, menerangkan total anggaran pelaksanaan kegiatan audiensi sebesar Rp7,1 miliar untuk 110 audiensi. "Iya benar, Yang Mulia, itu berdasarkan SPJ (surat pertanggung jawaban)," kata saksi.
"SPJ itu nyata ada kegiatannya atau fiktif?," cecar hakim anggota. "Saya tidak tahu semuanya, Yang Mulia," jawab Hetty.
"Rp7 miliar itu, kamu yang tanda tangan, kamu pula yang tak tahu," cetus hakim anggota. "Saya tidak tahu. Bendahara pengeluaran yang membuat SPJ, saya hanya menandatangani saja," katanya.
Sementara, mantan Plt Sekdakab Kuansing, Muharlius menyebutkan, dirinya sebagai Pengguna Anggaran (PA) pada enam kegiatan senilai Rp13,3 miliar. Namun, untuk pelaksanaanya, ia telah menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Anggaran Rp13,3 miliar itu diperuntukkan untuk kegiatan dialog/audiensi pimpinan sebesar Rp7 miliar, kegiatan menerima kunjungan kerja pejabat negara Rp1,2 miliar. Lalu, kegiatan rapat koordinasi Muspida Rp1,1 miliar, kegiatan rapat koordinasi Rp900 juta, serta kegiatan makan minum Rp1,4 miliar.
Kemudian, hakim anggota mempertanyakan apakah kegiatan tersebut sesuai atau tidak dengan SPJ. Muharlius menyebutkan, tidak. Hal ini, diketahuinya berdasarkan hasil temuan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau.
"Menurut hasil BPK, tidak. Ada penyimpangan. Saya tahu setelah ada hasil BPK," sebutnya.
Terhadap hasil audit BPK disampaikannya, ditemukan adanya kerugian keuangan negara dari pelaksanaan enam kegiatan sekitar Rp7 miliar. Namun, dari jumlah itu sudah dilakukan upaya pengembalian sekitar Rp3 miliar.
"Saya kembalikan Rp80 juta. Uang itu sebelumnya saya gunakan untuk membayar honor anggota Satpol PP," sebut Murhalius.
Tak sampai di sana, hakim anggota mempertanyakan apakah dari Rp7 miliar kerugian negara ada untuk terdakwa Mursini. Muharlius tak menampiknya. “Ada, berdasarkan keterangan dari M Saleh dan Verdy,” sebut mantan Plt Sekdakab Kuansing ini. Dua nama yang disebutkannya itu juga telah dijebloskan ke penjara dalam perkara yang sama.
"Saudara saksi ada dilibatkan untuk mengirimkan uang kepada seseorang di Batam?" timpal hakim anggota. "Saya tidak ada. Saya tahu (pengiriman uang itu) setelah ribut," kata Muharlius.
Kepada Muharlius, hakim mempertanyakan kesalahan dari saksi sehingga menjadi terpidana. Ia menjelaskan, lantaran berdasarkan keterangan M Saleh dan Verdy yang menyebutkan dirinya memerintahkan menyerahkan uang kepada anggota DPRD Kuansing.
"Berdasarkan keterangan saksi saya memerintahkan memberi uang ke Rosi Atali dan Musliadi. Saya tidak setuju, karena uangnya terlalu besar. Saya menolak," imbuhnya.
Selanjutnya, jalannya persidangan diambil alih hakim ketua, Dahlan. Ia mempertanyakan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut apakah ada campur tangan Bupati, Mursini. "Tidak ada Yang Mulia," jawab Muharlius.
“Apakah terdakwa ada minta uang dari enam kegiatan?" sebut Dahlan. "Kalau dari saya langsung tidak ada. Saya tahu dari M Saleh dan Verdy. Mereka pernah melaporkan ke saya, Ibu Bupati (istri Mursini,red) mau berobat ke Malaka,” paparnya.
"Terus Saleh menyampaikan, kita bantu Pak. Saya bilangin, iyalah," sambung Muharlius.
Mengenai dari mata anggaran mana uang yang diambil untuk istri Mursini, Muharlius tidak mengetahuinya secara pasti. "Yang tahu Verdy dan Saleh,” katanya.
"Yang lain, ada?," tanya hakim ketua.
"Untuk anggota DPRD Kuansing terkait pengesahan APBD P yang disahkan. Saat itu, saya lagi di ruang kerja tiba-tiba datang Kabag Umum (M Saleh) usai bertemu Bupati. Dia melaporkan Bupati memerintahkan memberikan uang kepada Musliadi Rp500 juta dan Rosi Atali Rp150 juta," sebut Muharlius.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU disebutkan, Mursini bersama-sama dengan telah melakukan, menyuruh atau beberapa perbuatan yang dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Perbuatan mereka dilakukan dengan cara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selanjutnya dikatakan JPU, Mursini dilantik sebagai Bupati berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.14 – 4874 Tahun 2016 Tanggal 20 Mei 2016 tentang Pengangkatan Bupati Kuantan Singingi. Untuk melaksanakan kegiatan di lingkungan Pemkab Kuansing menunjuk lima terpidana yang namanya di atas.
Pada tahun 2017, Setdakab Kuansing melaksanakan enam kegiatan dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp13.300.650.000 tahun anggaran 2017.
Adapun kegiatan itu yakni, dialog atau audiensi dengan tokoh masyarakat dan pimpinan organisasi sosial, serta masyarakat sebesar Rp4,8 miliar. Namun, pada kegiatan itu terdapat perubahan dengan dokumen pelaksaan perubahan anggaran Rp7,27 miliar.
Lalu, kegiatan penerimaan kunjungan kerja pejabat negara/departemen/lembaga pemerintah nondepartemen/luar negeri senilai Rp1,2 miliar. Kegiatan rapat koordinasi unsur Muspida senilai Rp1,185 miliar, kegiatan rapat koordinasi pejabat pemerintah daerah sebesar Rp960 juta. Kemudian, kegaitan kunjungan kerja kepala/wakil kepala daerah Rp725 juta dan kegiatan penyediaan makanan dan minuman senilai Rp1,96 miliar.
Untuk pelaksanaan enam kegiatan tersebut, saksi Muharlius selaku PA telah melaporkan kepada terdakwa bahwa realisasi belanja anggaran sebesar Rp.13.209.590.102 atau 99,32 persen dari seluruh total anggaran enam kegiatan.
Mursini beberapa kali memerintahkan saksi Muharlius mengeluarkan sejumlah uang untuk keperluan pribadi terdakwa. Uang tersebut, diketahui bersumber dari anggaran pelaksanaan enam kegiatan itu.
"Pada hari, Selasa tanggal 13 Juni 2017, terdakwa memerintahkan saksi M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK," kata JPU.
Mursini kemudian memerintahkan Verdi Anatan berangkat ke Batam menyerahkan uang tersebut kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK.
Terdakwa berpesan sebelum menyerahkan uang tersebut agar menukarnya dalam bentuk pecahan dollar amerika. Untuk berkomunikasi dengan orang yang mengaku pegawai lembaga antirasuah, Verdi diberikan terdakwa satu unit handphone nokia yang telah tersimpan nomor bersangkutan.
Selang sehari kemudian, Verdi bersama saksi Aprigo Roza berangkat menuju Hotel Pangeran untuk bertemu M Saleh dan menerima uang tunai sebesar Rp500 juta. Kemudian, menukarnya dalam bentuk pecahan dolar amerika dan berangkat ke Batam menggunakan pesawat.
Setibanya di Bandara Hang Nadim Batam, Verdi Ananta langsung menghubungi nomor yang terdapat dalam handphone nokia. Tak berselang lama, Verdi dihampiri oleh orang yang mengaku pegawai KPK tersebut dan mengajak menuju ke parkiran kendaraan roda empat.
Setelah sampai di mobil, Verdi Ananta disuruh masuk ke dalam mobil bersama dengan orang tersebut dan menyerahkan uang titipan dari Bupati Kuansing Mursini sebesar Rp500 juta dalam pecahan dolar amerika.
Usai penyerahan uang, Verdi bergabung kembali dengan Rigo dan Nanda serta menginap di Hotel Holiday. Keesokan harinya, saksi pulang ke Pekanbaru dan melanjutkan perjalanan ke Kuansing. Setibanya di Kuansing, ia pun mengembalikan handphone tersebut kepada terdakwa di kediaman Bupati.
Pada bulan Juli 2017, Mursini kembali memerintahkan saksi M Saleh menyediakan uang sebesar Rp150 juta untuk diserahkan kepada orang yang sama, yang mengaku sebagai pegawai KPK. Sama seperti sebelumnya, terdakwa kembali menyerahkan satu unit handphone. Atas perintah itu, Saleh bersama Verdi berangkat ke Batam.
Setiba di sana, Saleh langsung menghubungi orang mengaku pegawai KPK dan menyerahkan uang tersebut kepadanya di area parkir mobil. Setelah menginap semalam di Batam, mereka pulang ke Pekanbaru.
Tak hanya itu saja, Verdi Ananta pernah dipanggil Plt Setdakab Kuangsing, Muharlius ke ruangan kerjanya. Saat itu, Muharlius menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Verdi Ananta dan meminta agar menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Kuansing, Mursini di Pekanbaru untuk kepentingan berobat istri Bupati Kuansing.
"Muharlius memerintahkan saksi Verdi Ananta untuk menukarkan uang tersebut dengan rincian sebesar Rp100 juta ke mata uang Ringgit Malaysia. Dan Rp50 juta tetap dalam bentuk rupiah untuk diserahkan kepada terdakwa," tutur JPU.
Berikutnya pada Rabu, 7 Juni 2017, saksi Saleh melalui saksi Verdi telah mentransfer uang sejumlah Rp125.000.000 ke rekening Bank Riau Kepri milik Swiss Bell In Pekanbaru SWISS BELL INN Pekanbaru selaku pengelola gedung SKA Co Ex. Uang itu, merupakan pemenuhan janji Mursini untuk menanggung seluruh biaya penyelenggaraan acara Halal Bihalal Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Pekanbaru tahun 2016.
IKKS Pekanbaru juga menerima uang Rp90 juta dari M Saleh. Pemberian uang ini, untuk membantu pembiayaan kegiatan Halal Bihalal yang diselenggarakan pada hari Sabtu tanggal 22 Juli 2017 bertempat di ballroom hotel Premier Pekanbaru yang turut dihadiri Mursini.
Pada saat pembahasan RAPBD 2017, Mursini memerintahkan Muharlius menyelesaikan pembahasan agar menjadi APBD. Atas perintah itu, Muharlius menemui Ketua DPRD Andi Putra, yang kini menjabat sebagai Bupati Kuansing.
Usai pertemuan itu, pada April 2017, Muharlius memerintahkan Verdi Ananta menyerahkan uang Rp90 juta untuk Andi Putra melalui Rino. Penyerahan uang itu, juga dilaporkan Muharlius kepada terdakwa.
Tak hanya Andi Putra, anggota DPRD, Musliadi juga menerima uang Rp500 juta dari M Saleh agar APBD 2017 segera disetujui. Hal ini. setelah Mursini bertemu Musliadi dan anggota dewan lainnya. Penyerahan uang itu, dilakukan M Saleh kepada Musliadi di gedung DPRD Kuantan Singingi.
Masih dalam tahun 2017, pada rapat pembahasan dan pengesahan RAPBD-P Kuansing menjadi APBD-P 2017, Mursini kembali memerintahkan Saleh menyerahkan uang sebesar Rp150 juta saksi Rosita Ali dan atas perintah tersebut. Penyerahan itu, dilakukan di Jalan Perumnas Teluk Kuantan.
Pengeluaran uang atas perintah terdakwa sebesar lebih kurang Rp1.550.000.000 berasal dari 6 kegiatan yang dikelola saksi Muharlius dan M Saleh yang tidak sesuai dengan peruntukkan penganggaran kegiatan dan mengakibatkan kerugian negara Rp7.451.038.606. Hal itu, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh auditor.
Perbuatan Mursini melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5 ayat 1, Pasal 11, Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.