RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada (UGM) Budi Irawanto mengkritisi maraknya mural yang dihapus oleh pemerintah melalui aparat karena dianggap berisi kritikan kepada pemerintah.
Menurutnya, mural merupakan seni jalanan yang bersifat visual. Sekarang ini tidak sedikit seni jalanan ini berisi kritik sosial dan politik, tidak hanya terjadi di Indonesia, namun hampir di banyak negara.
"Saya tidak sepakat apabila penghapusan mural dengan menggunakan isu vandalisme atau dianggap mengganggu keindahan kota," Budi Irawanto, dikutip dari laman UGM, Minggu (3/10/2021).
Ditegaskan, mural sebagai bagian dari seni jalanan yang sangat dekat dengan kritik sosial dan politik, tapi tidak semua mural bermuatan politik.
"Mural sebenarnya lebih banyak mengekspresikan keindahan visual menggunakan medium dengan yang ada di jalan, dinding, dan bangunan arsitektur,” katanya.
Budi Irawanto mengajak seniman mural untuk membuat mural yang mampu membangun keindahan kota dengan baik.
Meski berbagai mural juga berisi konten yang berupa kritik sosial dan politik kepada pemerintah sebagai bagian dari ekspresi.
Oleh karena itu, ia mengharapkan pemerintah atau aparat tidak alergi terhadap kritik sosial lewat mural.
Budi Irawanto mendukung penghapusan mural apabila berisi gambar ajakan kebencian dan provokasi serta tidak menampilkan karya seni yang sesungguhnya.
Menurutnya, mural sebagai bagian dari seni sangat berkaitan erat dengan kondisi sosial dan politik yang ada di suatu masyarakat.
Seni sudah bergeser, bukan lagi sebatas ekspresi individual dari senimannya, namun bagian ekspresi kolektif dan komunitas.
“Seni juga bagian upaya melakukan penyadaran karena memiliki muatan pengetahuan,” paparnya.