RIAUMANDIRI.CO – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru menyetujui dengan kebijakan pungutan jasa layanan parkir di toko ritel modern (Indomaret-Alfamart) dan swalayan yang berada di kawasan kerja PT Yabisa Sukses Mandiri (YSM).
Persetujuan itu dilontarkan seusai mendengar pemaparan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekanbaru saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (20/9). Rapat itu langsung dihadiri oleh Kadishub Pekanbaru, Yuliarso didampingi Kepala UPTD Parkir Radinal Munandar beserta staf serta perwakilan dari PT YSM.
Kedatangan rombongan itu disambut oleh Ketua Komisi II DPRD Pekanbaru Fathullah, Munawar Syaputra, Davit Marihot Silaban, Muhammad Sabarudi, Eri Sumarni.
Dari awal, Komisi II DPRD Pekanbaru kurang setuju dengan menswastanisasikan pengelolaan parkir. Bahkan, beberapa waktu terkahir Ketua Komisi II DPRD Pekanbaru menyuarakan untuk mencopot jabatan Kadishub Pekanbaru.
Alasan pencopotan itu sebab banyaknya keluhan dari pengunjung toko ritel dan swalayan yang keberatan membayar parkir, lantaran sebelum parkir di area tersebut gratis, lantaran pihak toko ritel dan swalayan telah membayar pajak parkir.
Bukan hanya itu, Ketua Komisi II DPRD Pekanbaru pun sempat berang lantaran Kadishub Pekanbaru tidak mengindahi panggilan untuk didengarkan persoalaan tersebut.
'Kegarangan' Komisi II DPRD tampak memudar saat mendengarkan pemaparan dari Dishub Pekanbaru terkait pengelolaan parkir. Panjang lebar pemaparan itu seolah-olah 'dimakan' langsung oleh Komisi II.
"Kalau secara pendapatan daerah, komisi II sangat sepakat dengan langkah yang dilakukan Dishub. Ini jika melihat PAD. Karena disampaikannya, bisa menghasilkan PAD lebih besar dari yang dibayarkan pengelola Indomaret dan Alfamart, sehari bisa menghasilan lebih kurang Rp 400 ribu perhari," tuturnya Ketua Komisi II DPRD Pekanbaru Fathullah usai pertemuan kemarin.
Terkait dengan persoalan yang terjadi dilapangan saat ini, Fathullah menyebut bahwa hal ini dapat diredam dengan sosialiasi langsung ke masyarakat.
"Harus ada sosialisasi agar masyarakat juga bisa mendukung pemerintah untuk meningkatkan PAD. Ini jika kita bahas PAD-nya. Tapi kalau untuk dibebankan ke masyarakat, Pemko harus bisa memberikan pemahaman lagi," jelasnya.
Sementara Kepala Dishub Pekanbaru Yuliarso menegaskan, bahwa bersama mitra, pihaknya sudah diikat dalam kontrak kerjasama. Jadi perlu diketahui dalam kerjasama itu ada hak dan kewajiban, ada kedudukan hukum masing-masing.
"Ini harus kami koordinasi kan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kita juga tidak mengelola parkir ini seperti yang dulu-dulu. Dulu namanya retribusi namun saat ini menjadi jasa layanan parkir, makanya dikelola dengan sistem BLUD," ucapnya.
Beberapa waktu lalu, Wali Kota Pekanbaru Firdaus menginstruksikan bahwa kebijakan pungutan jasa layanan parkir di toko ritel dan swalayan yang telah membayar pajak parkir untuk dihentikan sementara.
"Setahu kami kalau retribusi itu harian, dan pajak itu bayarnya bisa satu tahun bisa satu bulan. Karena untuk parkir ini ada dua, on street (umum) dan off street (khusus). Semua ada definisinya dalam perundang-undangan tentang lalulintas, dan Perda Pekanbaru," tegas Yuliarso.
Komisi IV Sebut Kontrak Kerja Sama Parkir Langgar Aturan
Sementara itu, Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru menemukan kejanggalan dalam pengelolaan parkir tepi jalam umum di Kota Pekanbaru. Di mana Dishub menyerahkan pengelolaan parkir ke PT YSM terhitung sejak 1 September 2021 hingga 10 tahun mendatang.
PT YSM setiap hari menyetorkan uang retribusi layanan parkir ini ke Pemko Pekanbaru melalui UPTD Parkir Dishub sebesar Rp20 juta, dengan potensi 40 miliar untuk satu tahun.
Anggota Komisi IV DPRD Pekanbaru Ruslan Tarigan menjelaskan bahwa kontrak kerja yang dilakukan Pemko Pekanbaru dengan pihak ketiga dalam pengelolan aset daerah di atas 5 miliar harus melakukan kesepakatan dengan legislatif.
Namun, nyatanya kontrak kerja sama ini tidak menerapkan hal tersebut. Ruslan menilai hal ini bagian dari kesalahan yang dilakukan Pemko.
"Ini (perparkiran) melanggar ketentuan yang berlaku, karena setiap aset pemerintah yang asetnya lebih dari Rp5 miliar wajib mempunyai MoU dengan DPRD," jelas Ruslan Tarigan, Selasa (21/9).
Selain itu, lamanya masa kontrak kerja sama antara Pemko Pekanbaru dengan PT YSM diketahui tidak memiliki payung hukum yang membenarkan selama 10 tahun.
Politisi PDI Perjuangan ini menyarankan agar Dishub Pekanbaru mengkaji ulang masa kontrak kerja sama. Ada baiknya, kata Ruslan, kerja sama untuk diberhentikan sementara waktu.
"Sampai ada keputusan yang baru, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tegasnya.