RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membuka Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Bagi Masyarakat Peduli Api Berkesadaran Hukum (MPA Paralegal) Tahun 2021 secara daring, Senin, (20/9/2021).
Pelatihan ini merupakan program berkesinambungan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2020, kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) dalam rangka meningkatkan kapasitas MPA Paralegal.
Pada Agustus 2020 dilaksanakan pelatihan di 12 desa dengan peserta 249 orang di 6 provinsi. Pada Tahun 2021 ini, pelatihan dilaksanakan di 28 desa dengan metode pelatihan disesuaikan dengan kondisi keterjangkauan jaringan internet setempat.
Sebanyak 12 desa akan dilakukan pelatihan secara blended learning, pada Learning Management System (LMS) KLHK, dan di16 desa yang tidak/belum terjangkau jaringan internet, pelatihan akan dilakukan secara classical on site.
“Untuk meningkatkan peran SDM dalam mendampingi masyarakat dalam upaya pengendalian karhutla secara utuh, diperlukan peningkatan kapasitas SDM pendamping dalam pemahaman menyangkut aspek kesadaran hukum masyarakat, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat,” ujar Menteri Siti.
Dengan pemahaman yang komprehensif tersebut, Siti berharap dapat terbentuk masyarakat berkesadaran hukum, yang menjadi salah satu bagian solusi permanen karhutla di tingkat tapak berbasis desa dengan peningkatan peran serta masyarakat.
“Berbagai kebijakan, program dan kegiatan di tingkat tapak memberikan pembelajaran dan pengalaman untuk berani dan konsisten melakukan corrective action pengendalian kebakaran hutan dan lahan,” jelas Menteri Siti.
Dijelaskan, sejak tahun 2020 mulai disempurnakan langkah-langkah penanganan karhutla menuju solusi permanen dengan jalur penanganan dalam kontrol Satuan Tugas Karhutla di tiap tingkat atau strata pemerintahan, dari nasional hingga ke tingkat tapak.
Jalur utama pengendalian karhutla tersebut meliputi upaya pencegahan dan penanggulangan. Pertama, melalui pemantauan cuaca, hotspots, firespots dalam sistem yang berkesinambungan dengan model operasi lapangan. Termasuk dalam pola ini ialah penerapan teknik modifikasi cuaca.
Kedua, dengan patroli dan operasi sebagai respons dan pembinaan lapangan serta kemasyarakatan, termasuk didalamnya berkaitan dengan membangun partisipasi dan kesadaran hukum masyarakat dalam keseharian serta upaya pengembangan kesejahteraan atau livelihood.
Ketiga, dengan pengelolaan lanskap, tapak, khususnya gambut, serta tapak melalui pembangunan infrastruktur, model usaha tani serta konservasi wilayah dan pengawasan, penegakan hukum.
Ubah Paradigma
Menteri Siti juga mengungkapkan, paska kebakaran hutan dan lahan tahun 2015, pemerintah mengubah paradigma kebijakan, program dan strategi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan mengutamakan pencegahan.
Pendekatan teknis yang disertai peningkatan sosial ekonomi telah berdampak nyata terhadap penurunan titik panas (hot spot) yang kita rasakan selama tahun 2016, 2017, 2018 hingga 2020.
Termasuk penurunan luas areal kebakaran hutan dan lahan. Hal ini terbukti dari hasil monitoring dan evaluasi kejadian kebakaran lahan dan hutan menunjukkan penurunan baik jumlah maupun intensitasnya.
“Berdasarkan data luas areal terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan telah menurun tajam di tahun 2020, yaitu 82%, kemudian emisi karbon karhutla pada tahun 2019 itu jumlahnya 456 juta ton CO2, dan pada tahun 2020, turun menjadi 31 juta ton CO2, atau turun sebesar 93%, tahun 2021 harusnya lebih kecil lagi, karena menurut badan meteorologi dunia juga NASA tahun 2020 itu lebih panas dari tahun 2021,” ungkapnya.
Keberhasilan dalam menanggulangi karhutla mengantarkan Indonesia ke arena global dengan agenda Forestry and Land Use (FOLU) Net Sink 2030, artinya Indonesia harus semakin baik, dan pada tahun 2030 akan menjadi puncak bahwa Indonesia telah memberikan kontribusi terbaik kepada masyarakat global dalam upaya penanggulangan karhutla untuk mengendalikan perubahan iklim. Keberhasilan ini akan dibawa oleh Bapak Presiden pada COP-26 di Glasgow Inggris bulan Oktober 2021.