RIAUMANDIRI.CO - Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, Misri Hasanto terancam pidana hingga 20 tahun penjara. Hal itu seiring penyematan status tersangka yang disandangnya dalam perkara dugaan korupsi berupa penyimpangan bantuan alat rapid test Covid-19 di Kota Sagu tersebut.
Misri Hasanto sendiri telah dilakukan penahanan. Saat ini, kasusnya ditangani Subdirektorat III Reskrimsus.
Dikatakan Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, penyidikan masih terus bergulir, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pelaku lain dalam perkara ini.
"Tentu, kita akan dalami lagi kasusnya," ujar Irjen Pol Agung didampingi Wakapolda Riau, Brigjen Pol Tabana Bangun, Kabid Humas Kombes Pol Sunarto dan Direktur Reskrimsus Kombes Pol Ferry Irawan, Senin (20/9).
Dijelaskan Kapolda, terungkapnya perkara ini berawal setelah pihak kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait alat rapid tes yang diberikan Kementerian Kesehatan RI melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru, kepada Diskes Meranti. Seharusnya alat rapid test ini diperuntukkan secara gratis, namun diduga dikomersilkan oleh tersangka dengan nilai Rp150 ribu bahkan lebih untuk setiap satu alatnya.
"Jumat (17/9) kemarin kita sudah memeriksa dan menahan dr MH (Misri Hasanto,red), selaku Kadiskes Meranti. Kita lakukan penyidikan atas perbuatan penggelapan barang negara untuk kepentingan pribadi. Kita temukan bantuan rapid test antigen sebanyak 3.000 alat yang diberikan oleh KKP diselewengkan, tidak didistribusikan," beber Kapolda.
"Antigen ini dikomersilkan kepada masyarakat yang membutuhkan, dimana tujuan hibah rapid test yang diberikan kepada dinas sudah disalahgunakan. Kita akan hitung nanti berapa kerugian negara. Dia mengomersilkan satu rapid tes dengan menarik dana Rp150 ribu bahkan lebih," sambung perwira tinggi Polri dengan dua bintang itu.
Agar tidak dicurigai, tersangka lalu menutupinya dengan membuat laporan pengalokasian palsu. Kasusnya dilakukan tersangka mulai September 2020 lalu hingga hingga Januari 2021. Yakni, bertepatan dengan penerimaan hibah rapid test oleh Diskes Meranti.
"Kita mendapat informasi dan datanya dari masyarakat, kemudian kita dalami karena kita tahu bahwa rapid test yang harusnya disimpan di fasilitas kesehatan ternyata tidak demikian. Dimana sebagian alat berada di klinik yang bersangkutan (Misri Hasanto,red)," ungkap mantan Deputi Siber pada Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Atas perbuatannya, tersangka diancam dengan Pasal 9, Pasal 10 huruf a Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Adapun ancaman pidananya 5 sampai 20 tahun kurungan penjara," tegas Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi.
Dalam kesempatan itu, Kapolda berharap kepada penyelenggara penanganan Covid-19, agar menolong masyarakat dengan sebaik-baiknya. Apa yang sudah diberikan negara, hendaknya disalurkan sebagaimana mestinya.
"Untuk itu kami mengajak kita semua lebih mengawasi penanganan Covid-19, supaya bisa dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa adanya penyimpangan," harap Kapolda memungkasi.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan menambahkan, hibah yang didapat oleh Diskes Meranti inibtidak dilaporkan tersangka kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setempat sebagai aset kabupaten.
"Tapi disimpan di kantornya sendiri, terus di kliniknya sendiri. Melakukan hal-hal yang untuk kepentingan pribadi," kata Kombes Pol Ferry.
Dijelaskannya, alat rapid test ini harga normalnya adalah Rp115 ribu. Oleh tersangka dijual sekitar Rp150 ribu. Bahkan ada pula yang dibuat semacam kerja sama dengan pihak lain.
"Memang tidak semua dia jual, ada yang betul-betul dia normalkan. Tapi yang jelas dia sudah melakukan manipulasi data, pemalsuannya itu," ucapnya.
Disinggung soal kerugian negara, mantan Wakapolres Metro Tangerang itu mengatakan, hal itu perlu dihitung. Sementara pengakuan tersangka, keuntungan digunakan untuk kepentingan pribadi.