RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wilayah Kepulauan Maluku berpotensi terjadi tsunami meskipun tidak didahului peristiwa gempa bumi yang biasanya jadi penyebab utama terjadinya tsunami.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memperingatkan potensi tsunami non-tektonik akibat longsor bawah laut di wilayah kepulauan Maluku.
Pernyataan ini berdasarkan dari hasil penelusuran dan verifikasi zona bahaya yang dilakukan BMKG di Pulau Seram. Penelusuran tersebut menunjukkan bahwa sepanjang garis pantai pulau tersebut merupakan laut dalam dengan tebing-tebing curam yang sangat rawan longsor.
Negeri Samasuru, Negeri Amahari, Kota Masohi, dan Negeri Tehoru menjadi tempat yang dikunjungi Dwikorita dan tim BMKG di Pulau Seram. Di sana mereka melakukan verifikasi peta bahaya dan menyusuri jalur evakuasi.
Pada penelusuran tersebut, Dwikorita dan tim BMKG bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, Kepala Pusat Studi Bencana Alam Universitas Pattimura, dan Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Geologi.
Tak hanya melakukan penelusuran, mereka juga mendengar langsung kesaksian dan cerita warga tentang terjadinya gempa dan tsunami masa lalu.
"Di Negeri Tehoru saya melihat langsung jejak tanah yang longsor ke laut. Di Samsuru, warga setempat bahkan telah melakukan perhitungan kedalaman laut dari batas bibir pantai. Jarak 3 meter dari bibir pantai, kedalaman laut sudah mencapai 23 meter," ujar Dwikorita.
Tsunami non tektonik sulit diprediksi
Dwikorita mengatakan hingga saat ini yang bisa diupayakan dalam memberi peringatan tsunami adalah memantau muka air laut dengan buoy atau tide gauge. Tetapi, metode tersebut dirasa jauh dari efektif karena alat baru akan memberi informasi setelah tsunami terjadi. Jadi sudah terlambat saat alat tersebut memberikan peringatan, tsunami sudah datang, papar Dwikorita.
Dwikorita pun mengatakan sistem peringatan dini yang dibangun negara-negara lain di dunia adalah sebuah sistem peringatan dini tsunami tektonik. Sehingga saat ini belum ada negara yang bisa mendeteksi tsunami non tektonik secara cepat, tepat dan akurat.
Dipicu oleh gempa
Tsunami non-tektonik tidak dipicu oleh gempa, namun longsor bawah laut bisa dipicu oleh gempa.
"Gempa menjadi trigger terjadinya longsor yang kemudian menyebabkan gelombang. Dalam pemodelan, dapat disimpulkan apakah berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Bisa saja tidak, tapi ternyata gempa tersebut malah membuat longsor bawah laut yang kemudian memicu tsunami," ungkap Dwikorita seperti dikutip dari akun Instagram BMKG (5/9).
Evakuasi sesegera mungkin
Dwikorita mengatakan tsunami yang dipicu oleh longsoran bawah laut memiliki estimasi waktu kedatangan yang lebih cepat. Hanya dalam hitungan kurang dari 3 menit, seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah.
Sehingga Dwikorita mengimbau masyarakat yang bermukim di sepanjang garis pantai di Pulau Seram untuk sesegera mungkin melakukan evakuasi mandiri, apabila merasakan guncangan tanah atau gempa bumi, tanpa harus menunggu peringatan dini dari BMKG.
Berdasarkan pengalaman, masyarakat diminta untuk tidak menunggu peringatan dini tsunami. Dwikorita meminta masyarakat untuk segera lari begitu merasakan getaran tanah atau gempa. Lalu menjauhi pantai dan segera lari ke bukit-bukit atau tempat yang lebih tinggi.
Dwikorita mengatakan bahwa Kepulauan Maluku memiliki sejarah panjang gempa bumi dan tsunami. Oleh karenanya, Ia berharap Pemerintah Daerah setempat dan pihak terkait dapat melakukan berbagai upaya mitigasi guna mengurangi dampak dan risiko kerugian, jika sewaktu-waktu bencana gempa dan tsunami terjadi.
"Masyarakat harus terus dilatih sehingga tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi, disamping penyiapan tempat evakuasi yang secepat mungkin dapat dicapai, melalui jalur-jalur evakuasi yang aman yang disertai rambu-rambu yang jelas," pungkasnya.