RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Hari ini Gubernur Riau, Syamsuar resmi melantik SF Hariyanto sebagai sekda provinsi defenitif. Pengamat Politik UNRI, Saiman Pakpahan menjelaskan beberapa poin besar yang menjadi tugas beratnya dalam 100 hari pertama.
"Setahun ditinggal Yan Prana (mantan Sekdaprov Riau yang tersandung kasus korupsi), keadaan birokrasi di pemrov itu kacau balau. Jadi 100 hari pertama dia (SF Hariyanto) harus konsolidasi habis-habisan. Seluruh birokrasi, terutama eselon 2,3, dan 4. Dia harus kembali mengingatkan visi dan misi Syamsuar menjadi gubernur. Itu tugas paling berat dia," jelasnya kepada Riaumandiri.co, Rabu (18/8/2021).
Selain konsolidasi internal yang merupakan tugas dasarnya sebagai seorang sekda, SF Hariyanto juga harus mampu konsolidasi kepada pihak-pihak eksternal.
"Civil society, media massa, nongoverment (NGO), tokoh masyarakat, dan lainnya. Semua itu agar program pembangunan gubernur tidak terganggu lagi," katanya.
Menurut Saiman, selama jabatan sekda hanya diisi pelaksana tugas, Gubernur Syamsuar kerepotan mengurusi tugas-tugas birokrasi sehingga abai pada tema-tema besar yang harus dikerjakannya.
"Jadi semua urusan itu selama ini jadi langsung ke gubernur, karena top birokrasinya tidak ada. Itu yang membuat gubernur jadi kelelahan mengurusi hal-hal teknis begitu. Seharusnya kan gubernur dan wakil itu membicarakan hal-hal besar di luar sana, tidak lagi membicarakan keluhan-keluhan birokrasi," ujarnya.
"Memang dia harus berjibaku dalam 100 hari ini," tambahnya.
Sementara, terkait keputusan Syamsuar yang memilih SF Hariyanto sebagai sekda, padahal ia punya rekam jejak dalam kasus-kasus korupsi, menurut Saiman adalah keputusan yang tepat.
"Tidak apa-apa. Negara kita ini negara hukum. Lihat Yan Prana, kalau misalnya punya kasus, ya dia akan dihukum dan diadili. Gubernur tidak ada pilihan. Daripada kosong, daripada takut-takut dan tidak diisi kursi sekda itu. Gubernur harus cepat memilih. Dan tidak ada pilihan," ujarnya.
Diketahui, Manajer Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau, Taufik mengatakan perlu dilakukan peninjauan atas penunjukan SF Harianto sebagai sekda.
Bukan tanpa alasan, permintaan ini sehubungan dengan adanya temuan rekam jejak SF Hariyanto yang diduga pernah terlibat sebagai saksi dalam perkara korupsi maupun kasus hukum lain.
Namun sialnya, dua nama lain, Indra Suandy dan Said Mustafa juga dinilai memiliki masalah integritas.
“Kasusnya beragam ada yang dipanggil menjadi saksi pada kasus PON, dana rutin, pembangunan pipa dan bahkan permasalahan korupsi karhutla dan pengadaan baju dan itu statusnya pernah menjadi saksi dan mengetahui benar terkait dengan kronologis perkara korupsi tersebut,” ujar Taufik, dilansir dari Riauonline.
Keputusan Syamsuar memilih SF Hariyanto, sebelumnya telah diprediksi Saiman Pakpahan. Ia menyebut SF Hariyanto punya kans besar untuk menduduki posisi strategis tersebut karena memiliki kecakapan, hingga kedekatan komunikasi dengan Syamsuar.
"Sekda ini yang akan mengatur semua lalu lintas pemerintah, baik internal maupun eksternal, maka memang kebutuhannya pada sosok yang memilili kemampuan birokrasi dan jaringan. Jadi dia yang akan mengkomunikasikan kepentingan pemerintah kepada stakeholder lainnya," ujarnya.
"Maka memang, sekda harus mampu berkomunikasi yang enak yang menjadikan dia jembatan antara eksekutif dan legislatif untuk mendesign kebijakan politik masyarakat. Juga komunikasi dengan lembaga yudikatif, dan lain sebagainya," tambahnya.