Pengamat Nilai Komunikasi Pemerintah Buruk dan Bikin Dongkol Rakyat di Tengah Pandemi

Selasa, 06 Juli 2021 - 17:37 WIB
Pengamat Kebijakan Publik UIN Suska Riau, Elfiandri (dok. Riaumandiri.co)

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pengamat Kebijakan Publik UIN Suska Riau, Elfiandri menganggap Pemerintah Indonesia tidak menggunakan metode komunikasi yang baik dalam menerapkan kebijakan. Akibatnya, alih-alih taat, masyarakat justru tekesan dongkol dan melanggar.

"PPKM, atau apapun kebijakannya, itu dalam pandangan masyarakat menyulitkan mereka. Kenapa? Karena cara menyampaikannya seakan-akan ini jadi momok bagi mereka. Melaksanakan PPKM itu boleh-boleh saja, tidak ada masalah. Tapi cara komunikasinya harus diperbaiki," ujarnya kepada Riaumandiri.co, Selasa (6/7/2021).

"Kalau semua kebijakan dikomunikasikan secara instruktif, bukan persuasif, maka antara tujuan pemerintah dengan keinginan masyarakat akan terus bertentangan," tambahnya.

Pertentangan antara pemerintah dengan masyarakat yang terus menerus di tengah pandemi akan membawa kerugian besar. Menurut El, masyarakat tidak akan pernah tumbuh kesadarannya terhadap persoalan Covid-19, dan pemerintah tidak bisa menjalankan program sesuai yang direncanakannya.

"Kita tahu Covid-19 ini berbahaya, tapi jangan membuat masyarakat risau. Membuat kecemasan di tengah-tengah masyarakat. Tapi bagaimana agar kita dapat beradaptasi dengan Covid-19 itu. Istilahnya, kita menjalankan fungsi kita sebagai manusia, dan dia menjalankan juga fungsinya sebagai virus. Artinya bukan sebagai momok," jelas pengamat sekaligus dosen metodologi penelitian di UIN Suska itu.

Salah satu cara yang disarankan El agar masyarakat merasa diayomi saat pandemi adalah dengan mengajak berembuk, sekaligus mendengarkan aspirasi mereka.

"Kita harus katakan bahwa ini masalah kita bersama. Tanya kepada mereka, bagaimana mengatasinya. Diajak berembuk. Tapi jangan keluarkan kata ancaman-ancaman. Persuasif itu menumbuhkan kesadaran masyarakat. Jadi mereka melakukan instruksi berdasarkan kesadarannya. Dalam Islam kita kenal ikhlas. Tapi kalau instruktif, masyarakat terpaksa, dongkol menjalankan perintah," paparnya.

"Masjid ditutup, itukan instruktif. Tapi coba katakan mari buka masjid, tapi kita jaga kesehatan. Ujung-ujungnya tutup juga masjid itu. Tapi bahasanya itu jangan main tutup-tutup. Sadarkan dulu masyarkatnya dengan bahasa yang persuasif, yang baik," tutupnya. 
 

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler