RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - DPRD Kota Pekanbaru memanas akibat batalnya rapat paripurna pada Senin (28/6/2021) lalu. Beberapa pihak menuding tidak adanya harmonisasi antaranggota yang menyebabkan hal seperti ini kerap terulang. Ada juga yang menilai bahwa intrik demikian hanya sebatas "proyek" semata.
Pengamat Komunikasi Politik, Aidil Haris mengatakan, dalam kancah politik, khususnya lembaga seperti DPRD memang tempat saling bertarung kepentingan. Namun yang pasti, anggota dewan harus mengingat bahwa mereka digaji dengan uang rakyat, dan semestinya, harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi ataupun kelompok.
"Kita tidak bisa menutup mata, semua kegiatan-kegiatan di pemerintahan kan juga ada makelar-makelarnya di sana (DPRD). Sekarang tinggal bagaimana anggota dewan menjalankan tugas sesuai tupoksinya. Jangan cenderung mementingkan kelompok saja," ujarnya kepada Riaumandiri.co, Rabu (30/6/2021).
Mengenai tudingan tidak adanya harmonisasi antaranggota, Adil berharap pimpinan DPRD Kota Pekanbaru dapat merangkul seluruh legislator yang ada. Karena, konflik-konflik semacam ini hanya akan merugikan masyarakat.
Berita Sebelumnya:
- Gagal Paripurna, Hubungan Antaranggota DPRD Pekanbaru Memanas
- Fraksi PKS Dituding Bermufakat Gagalkan Paripurna DPRD Pekanbaru
- Gagal Gelar Paripurna, Ketua DPRD Pekanbaru Minta Anggota tak Baper
"Ingat, mereka tidak gratis duduk di sana. Mereka digaji uang rakyat. Ada banyak suara yang harus mereka dengar agar bisa duduk di kursi dewan itu. Konflik seperti ini merugikan masyarkat. Jadi, pimpinan harus mampu membangun komunikasi yang baik, baik itu lintas fraksi, maupun lintas komisi. Termasuk juga hubungan baik dengan sekretariat. Dengan begitu apa yang diagendakan dapat berjalan lancar," ujarnya.
"Cuma kalau saya menilai memang komunikasi di DPRD Kota ini memang sangat buruk. Antara pimpinan dengan anggota, antara anggota dengan anggota, antarmasing-masing fraksi. Seharusnya soal-soal begini bisa selesai di lintas komisi. Karena kan komisi itu utusan dari semua fraksi. Tapi kenapa komunikasinya tidak bagus? Berarti kan ada miss di situ," tambahnya.
Aidil mengingatkan agar sesama dewan tidak saling menuding dengan tuduhan tidak proporsional dan sibuk dengan hal-hal tidak urgen, sebab hal ini justru menunjukkan dewan tidak bisa menjadi contoh dan representasi masyarakat Kota Pekanbaru.
"Tuding sana, tuding sini. Kita harus proporsional melihat persoalan internal di DPRD. Kalau terus begini, berarti DPRD tidak mampu memberikan cerminan untuk masyarakat," katanya.
Diketahui, rapat paripurna yang menjadi penyebab kekisruhan adalah rapat yang rencananya mengesahkan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), yakni Ranperda PDAM Tirta Siak, Ranperda Perseroda BPR, dan Ranperda Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang sudah selesai dibahas serta dikaji jauh-jauh hari oleh internal Pansus.
Rapat itu batal karena tidak kuorum, yakni tidak tercapainya ambang batas kehadiran sebanyak 2/3 dari total jumlah anggota dewan atau 30 orang jika di DPRD Kota Pekanbaru. Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Hamdani saat dikonfirmasi menyebut para dewan yang marah karena gagalnya rapat tersebut terlalu baperan dan tidak cocok menyandang status legislator. Katanya, gagal paripurna biasa saja dan kerap terjadi.
"Sama dengan paripurna-paripurna lain. Jangan stigma macam-macam. Itu hanya perasaan-perasaan saja. Harus dilihat secara clear. Masalah kuorum (ambang batas minimal jumlah kehadiran rapat) yang tidak tercapai, itu biasa saja, kan nanti kita jadwalkan kembali. Jadi tuduhan-tuduhan itu tidak benar. Pada rapat-rapat sebelumnya ada juga fraksi yang tidak hadir, tapi kita tidak membahasakannya seperti itu," ujar politisi PKS itu, Selasa (29/6).
"Ini lembaga politik. Ada tarik ulur. Ada kepentingan yang beda. Jadi biasa saja seperti ini. Jadi yang bikin stigma-stigma itu kurang piknik, baperan (bawa perasaan). Di DPRD ini enggak boleh baper. Kalau baper, kayaknya enggak cocok di sini," tambahnya.