RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L. Tobing mengungkapkan modus baru fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) yakni mengirimkan dana secara tiba-tiba kepada masyarakat padahal yang bersangkutan tidak mengajukan pinjaman. Ia menduga kejadian ini disebabkan oleh tindakan masyarakat mengunduh aplikasi pinjol ilegal meskipun urung meminjam.
"Saat ini ada modus tiba-tiba saja mendapat transfer dana dan tidak diketahui dari mana. Ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana mungkin pelaku ini mengetahui nomor rekening dari nasabah," ujarnya dalam diskusi Waspada Jebakan Pinjaman Online Ilegal, Rabu (30/6/2021) dikutip dari CNN Indonesia.
Modus lain, sambungnya, pinjol ilegal mulai berkomplot untuk mengarahkan debitur yang tidak bisa membayar pinjaman supaya mengambil pinjaman ke tempat lain. Akibatnya, masyarakat masuk jeratan lebih dari satu pinjol ilegal. Ia mencontohkan salah satu kasus yang dihadapi satgas adalah korban yang meminjam hingga ke 141 pinjol ilegal.
"Ini sangat bahaya bagaimana mungkin mereka ini bisa melakukan kegiatan pinjaman tanpa melihat potensi pengembaliannya," ujarnya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengamini hal tersebut. Ia mengungkapkan YLKI menerima pengaduan nasabah diklaim sebagai debitur.
"Sekarang pinjol ilegal itu bisa mentransfer uang pinjaman ke rekening konsumen sementara konsumen tidak melakukan pinjaman," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menilai regulator baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) harus memperketat pengawasan. Tidak hanya pada pinjol ilegal, ia menuturkan masih menemukan pengaduan bersumber dari pinjol legal.
"Sebanyak 70 persen pengaduan yang kami terima adalah pinjol ilegal, tapi 30 persen adalah pinjol legal. Jadi, bukan berarti pinjol legal tidak bermasalah, ada banyak masalah, tidak boleh terfokus pada yang ilegal saja yang legal juga harus dibereskan," terang Tulis.
Data YLKI mengungkapkan mayoritas pengaduan konsumen pada 2020 berasal dari sektor jasa keuangan sebesar 33,40 persen. Termasuk pengaduan jasa keuangan adalah permasalahan menyangkut pinjol. Sisanya, pengaduan sektor perumahan 5,7 persen, telekomunikasi 8,3 persen, dan e-commerce 12,70 persen.
"Selama 2-3 tahun terakhir selain e-commerce pengaduan konsumen yang paling banyak adalah masalah pinjol," katanya.