RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan, per akhir Mei 2021 Indonesia mengalami defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp219 triliun. Angka tersebut melebar dari periode yang sama tahun lalu, yakni Rp179,6 triliun.
"Sampai dengan Mei 2021 defisit APBN Rp219 triliun atau 1,32 persen dari PDB," ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI, Senin (21/6) dikutip dari CNN Indonesia.
Realisasi defisit APBN ini melebar dari posisi April 2021 lalu yang sebesar Rp138,1 triliun. Saat itu, angka defisit masih setara 0,83 persen dari PDB nasional.
Defisit APBN terjadi lantaran jumlah belanja jauh lebih tinggi dari penerimaan negara. Tercatat, penerimaan negara hanya Rp726 triliun per Mei 2021.
Penerimaan itu terdiri dari perpajakan yang sekitar Rp500 triliun dan PNBP Rp167 triliun. Sementara, belanja negara mencapai Rp945 triliun.
Belanja negara ini salah satunya untuk kebutuhan pusat, yakni Rp647 triliun. Angka itu terdiri dari belanja K/L sekitar Rp300 triliun dan belanja non K/L sekitar Rp200 triliun.
Lalu, ada pula belanja transfer ke daerah dan dana desa, yakni Rp298 triliun. Rinciannya, dana untuk transfer ke daerah sekitar Rp200 triliun dan dana desa Rp22,3 triliun.
Kemudian, realisasi pembiayaan juga bengkak menjadi Rp309 triliun. Pemerintah membutuhkan pembiayaan untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi di Amerika Serikat (AS).
"Pembiayaan sudah lebih tinggi, yakni Rp309 triliun karena memang kami melakukan pembiayaan front loading, antisipasi suku bunga dan inflasi yang terjadi di AS," pungkas Sri Mulyani.