RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka-bukaan soal kriteria sembako dan sekolah yang akan dikenakan PPN. Dijelaskan, PPN sembako dan jasa pendidikan tidak akan dikenakan secara merata. Besaran tarif PPN yang dikenakan bakal dibedakan berdasarkan jenisnya.
"Akan ada beragam barang atau jasa yang dikonsumsi masyarakat sesuai dengan ability to pay-nya. Jadi kalau masyarakat menengah ke bawah mungkin dia akan menikmati subsidi. Dia juga akan mendapatkan bantuan ataupun konsumsi yang dilakukan, baik itu barang jasa, ini akan dikenakan tarif yang jauh lebih rendah," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor dalam konferensi pers virtual, Senin (16/4/2021) dikutip dari CNN Indonesia.
Untuk sembako, pengenaan PPN tidak akan diberlakukan pada kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional. Pengenaan PPN hanya akan diberlakukan pada bahan pokok premium dengan perbedaan harga jauh dari yang dijual di pasar tradisional.
"PPN sembako tentu tidak semua. Kami lakukan pembedaan. Karena RUU sendiri kami melihat akan ada pembedaan terkait dengan sembako tadi. Misal barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN," imbuhnya.
Sayangnya, ia belum menyebutkan batas harga sembako yang akan dikenakan PPN. Ia hanya mencotohkan bahwa perlakuan pajak untuk daging segar di pasar tradisional akan dibedakan dengan daging jenis wagyu yang konsumennya kelas menengah atas.
"Tarif saya tidak bisa mendahului karena ini masih ada pembahasan yang harus sama-sama kita ikuti," imbuhnya.
Perlakuan pajak serupa juga bakal dilakukan pada jasa pendidikan. Neilmardin mengatakan pendidikan yang dikenakan PPN nantinya hanya sekolah tertentu yang bersifat komersial.
Sementara itu untuk sekolah negeri tertentu yang selama ini banyak dinikmati masyarakat, PPN tidak akan diberlakukan.
"Jasa pendidikan yang bersifat komersial dalam batasan tertentu ini akan dikenakan PPN. Sementara jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dinikmati oleh masyarakat banyak pada umumnya, misalnya masyarakat SD negeri dan sebagainya tentunya ini tidak akan (dikenakan) PPN," tuturnya.
Menurutnya, perlakuan perpajakan yang sama antara sekolah komersil dengan sekolah negeri untuk masyarakat kalangan bawah justru menggambarkan asas keadilan dalam kebijakan pungutan PPN belum tepat sasaran.
Karena itu, ia berharap dengan sistem baru ini, perlakuan perpajakan kepada masyarakat bisa lebih adil.
"Jasa pendidikan itu rentangnya luas sekali. Yang dikenakan PPN tentunya yang mengutip iuran dalam jumlah batasan tertentu yang nanti harusnya dia dikenakan. Masalah sekarang berapa batasan iurannya, ini tentunya kita masih akan melewati pembahasan-pembahasan," tandasnya.