RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru, Andi Wijaya kecewa terhadap perumusan RUU KUHP tentang penghinaan presiden/wakil presiden dan lembaga negara lewat media sosial. Sebab menurutnya, selain bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa DPR tidak lagi menjadi wakil rakyat sebagaimana fungsi utamanya.
"Negara ini tidak belajar dari UU ITE yang sudah banyak memakan korban. UU ITE saja sudah buat kriminalisasi para aktivis, ini malah diperkuat dan diperluas cakupan penghinaan melalui media sosial," tuturnya kepada Riaumandiri.co, Rabu (9/6/2021).
"Semakin mundur demokrasi dan kebebasan berpendapat di era Jokowi ini. DPR juga sekarang sudah tidak mewakili suara rakyat," tambahnya.
Andi juga berpendapat seharusnya pemerintah segera mencabut pasal 'karet' dalam UU ITE jika benar peduli terhadap rakyat Indonesia serta mau mendengar kritik. Bukan malah menambah pasal-pasal yang akan memudahkan penguasa memenjarakan kritikus.
"Harusnya pasal karet di UU ITE dihapus, bukan diperkuat dalam RUU KUHP yang memasukkan pasal penghinaan terhadap presiden bahkan lembaga negara macam DPR melalui media sosial," ujarnya.
"Penghinaan itu bentuknya subjektif, jadi ketika mereka dikritik menganggap kritik itu adalah penghinaan, masuk itu pasal," tambahnya.
Andi juga mengatakan pihaknya akan terus mengawal RUU KUHP bermasalah yang tengah dibahas di pusat, hingga RUU tersebut dicabut atau minimal direvisi.
Diketahui, RUU KUHP mengancam orang yang menghina presiden/wakil presiden lewat media sosial dengan hukuman maksimal 4,5 tahun penjara. Selain itu, bagi penghina lembaga negara, misalnya DPR, dapat dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.
Delik tersebut masuk dalam Bab IX TINDAK PIDANA TERHADAP KEKUASAAN UMUM DAN LEMBAGA NEGARA Bagian Kesatu, Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara dalam pasal 353.
(1) Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Ancaman akan diperberat apabila penghinaan dilakukan lewat media sosial yang tertuang dalam Pasal 354 RUU KUHP. Berikut bunyi lengkap Pasal 354 RUU KUHP:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Hukuman penghinaan menjadi lebih berat maksimal 3 tahun penjara apabila menimbulkan kerusuhan. Hal itu tertuang dalam Pasal 240 KUHP:
Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Kemudian, apabila menghina pemerintah lewat media sosial dan menimbulkan kerusuhan, hukumannya diperberat lagi maksimal menjadi 4 tahun penjara.
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V," demikian bunyi Pasal 242 RUU KUHP dikutip dari Detik.
Selain mengancam penghina pemerintah, RUU KUHP mengancam penghina presiden/wakil presiden di media sosial dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Ancaman ini paling tinggi dalam delik menghina pemerintah dan lembaga negara. Hal itu tertuang dalam Pasal 219 RUU KUHP:
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.