RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau, Ade Hartati berang ketika mikrofonnya saat rapat paripurna virtual tidak hidup, sehingga suaranya tak terdengar di forum. Padahal, Ade ingin menyampaikan beberapa hal di rapat pandangan umum fraksi terhadap Ranperda LKPJ Gubri tahun 2020 tersebut.
"Pagi ini sesuai jadwal dilakukan rapat paripurna. Seperti biasanya, anggota bisa mengikuti melalui link zoom yang disediakan. Namun sayangnya, ketika saya minta admin membantu membuka unmute agar kami peserta rapat bisa bicara, admin tidak mengindahkan," ungkap Ade kepada Haluan Riau, Senin (7/6/2021).
Rapat paripurna tersebut dihadiri oleh Gubernur Riau, Syamsuar dan dipimpin oleh ketua DPRD Riau, Yulisman.
"Sama-sama kita ketahui, rapat paripurna ini merupakan forum tertinggi bagi anggota legislatif untuk bisa menyuarakan berbagai aspirasi. Makanya saya minta kepada pimpinan, mohon setiap rapat paripurna, kami yang mengikuti secara virtual diberi kesempatan untuk bicara. Admin jangan meng-mute! Beri kami hak bicara," tambahnya.
Ade mengaku, ada beberapa hal yang ingin disampaikannya dalam rapat tersebut, di antaranya tentang ketidakmampuan gubernur mengendalikan pendemi Covid-19 setelah dua tahun dan keprihatinan terhadap keputusan gubernur mengangkat orang-orang bermasalah sebagai pejabat posisi strategis.
"Tentang pengangkatan orang bermasalah, khususnya tipikor, tentu ini ke depan akan berkaitan dengan tata kelola pemerintahan," kata politisi PAN ini.
Ade mencontohkan Ekki Gaddafi yang dipercaya menahkodai Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan pada Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Padahal, Ekki merupakan tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Ekki Gaddafi terseret dalam kasus senilai Rp9,3 miliar tersebut. Dalam proyek itu, ia adalah mantan anggota Kelompok Kerja (Pokja). Ekki Gaddafi bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 17 Januari 2018, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejari Pekanbaru.
"Berpotensi adanya kolusi, korupsi dan nepotisme. Walaupun akhirnya sudah diberhentikan, namun gubernur sudah ada upaya untuk KKN," kata Ade.