RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto memang salah seorang karder terbaik partai berlambang pohon beringin itu dan dia pun berpeluang diusung sebagai capres pada Pilpres 2024.
Hanya saja pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M.Jamiluddin Ritonga menilai Airlangga lebih populer di kalangan elit partainya saja dan tidak mengakar di akar rumput.
"Jadi, bisa saja suara elit Golkar ngotot mendorong Airlangga nyapres, tetapi hal itu tidak tercermin pada kadernya di akar rumput," kata Jamil, Senin (7/6/2021), menanggapi Firman Soebagyo, salah satu Ketua DPP Golkar yang mendukung penuh Airlangga pada Pilpres 2024 dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Pengajar Metode Penelitian Komunikasi itu melihat popularitas Airlangga di internal Partai Golkar bersaing ketat dengan Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang saat ini menjabat Ketua MPR RI.
"Bahkan kalau dilakukan survei di internal partai, bisa jadi dukungan terhadap Bamsoet lebih baik daripada Airlangga," kata Jamil.
Jamil melihat prestadi Airlangga di pemerintahan juga biasa-biasa saja. Hal itu terlihat saat Airlangga menjadi Menteri Perindustrian pada Kabinet Kerja dan saat ini sebagai Menko Koordinator Bidang Perekonomian di Kabinet Indonesia Maju.
Menurut Jamil, kalau prestasi Airlangga moncer di pemerintahan, maka dipastikan elektabilitasnya akan tinggi. Nyatanya, elektabilitas Airlangga sangat rendah. Survei yang dilakukan Parameter Politik Indonesia pada 23 - 28 Mei 2021 memperlihatkan elektabilitas Airlangga hanya 0,4 persen.
"Jadi, kalau Airlangga berprestasi di pemerintahan, tentu mustahil elektabilitasnya hanya 0,4 persen. Ini mengindikadikan, elektabilitas Airlangga memang sulit untuk didongkrak," kata penulis buku Riset Kehumasan itu.
Melihat tren elektabilitas Airlangga selama ini, Jamil pesimis, sulit bagi Golkar untuk menaikkan elektabilitasnya. Apalagi kalau berharap elektabilitas Airlangga sejajar dengan Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Jadi, kapasitas Airlangga tampaknya lebih pas untuk cawapres. Realitas politik inilah yang harus disadari oleh elite Golkar. Kalau tetap memaksakan diri untuk menjadikan capres, dikhawatirkan partai lain akan enggan berkoalisi dengan Golkar," kata penulis buku Tipologi Pesan Persuasif itu.