RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Komite I DPD RI mendesak Kementerian ATR/BPN RI mengoptimalkan keberadaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) untuk melakukan harmonisasi regulasi antar kementerian/lembaga dalam menyelesaikan berbagai konflik pertanahan di daerah dan pelepasan desa dari kawasan hutan dapat berjalan baik.
Demikian salah satu kesimpulan Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI berkaitan dengan Reforma Agraria dan permasalahan pertanahan di daerah, Senin (31/5/2021).
Rapat Kerja ini dipimpin oleh Fernando Sinaga (Wakil Ketua III) dan didampingi oleh Abdul Kholik (Wakil Ketua II). Sedangkan anggota yang hadir antara lain Agustin Teras Narang (Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi Selatan), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Filep Wamafma (Papua Barat), Richard Hamonangan Pasaribu (Kepri), Intsiawati Ayus (Riau), M. Syukur (Jambi), Ahmad Bastian (Lampung), dan Badikenita Sitepu (Sumut). Sedangkan dari Kementerian ATR/BPR RI dihadiri langsung Sofyan A. Djalil Menteri ATR/BPN RI beserta jajarannya.
Dalam sambutannya, Senator Fernando dari Kaltara menjelaskan bahwa apat kerja dengan Menteri ATR/BPN RI ini bertujuan untuk meminta penjelasan terkait dengan perkembangan pelaksanaan Kebijakan Reforma Agraria; penyelesaian permasalahan-permasalahan konflik pertanahan; memastikan kebijakan sertifikasi tanah berjalan dengan optimal masyarakat, perkembangan program penataan kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; pelaksanaan UU Cipta Kerja khususnya cluster pertanahan dan Tata Ruang; mafia pertanahan; dan permasalahan pertanahan lainnya.
Sementara itu, Menteri Sofyan menegaskan bahwa total legalisasi aset seluas 6,99 juta Ha (155,40%) dan total redistribusi tanah seluas 2,14 Juta Ha (47,59%). Terdapat dua permasalahan pelaksanaan Reforma Agraria yakni permasalahan TORA dari pelepasan kawasan hutan dan permasalahan TORA dari tanah transmigrasi. Sementara itu untuk percepatan penyelesaian konnflik pertanahan telah dibentuk Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Agraria 2021 sebagai dasar untuk melakukan akselerasi dan kerja bersama lintas sector.
Rapat kerja itu juga menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
Pertama, meminta Kementerian ATR/BPN RI mempercepat proses penataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah melalui penataan aset dan penataan akses.
Krdua, meminta Kementerian ATR/BPN RI untuk memprioritaskan upaya pencegahan dan pemberantasan mafia pertanahan dan memfasilitasi penyelesaian permasalahan tata ruang di berbagai daerah.
Ketiga, meminta Kementerian ATR/BPN RI untuk mengoptimalkan penyelesaian konflik-konflik pertanahan di berbagai daerah dengan memperhatikan tanah ulayat dan hak-hak masyarakat adat.
Keempat, mendesak Kementerian ATR/BPN RI mengoptimalkan pelaksanaan peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) agar penyelesaian berbagai konflik pertanahan di daerah dan pelepasan desa dari kawasan hutan dapat berjalan dengan baik.