Tanjunguban (HR) - Kepolisian Resor Bintan segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di RSUD Kepulauan Riau di Tanjunguban, karena kasus tersebut selain sudah ditelisik sejak tiga tahun lalu, seluruh hasil penyelidikan sudah rampung.
"Dalam waktu dekat akan ada kita tetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Kasus pengadaan alkes di RSUD Kepri di Tanjunguban," ungkap Kasat Reskrim Polres Bintan, Ajun Komisaris Polisi Andri Kurniawan kepada BATAMTODAY.COM di Mapolres Bintan, Rabu (15/4).
Andri mengungkapkan, penetapan tersangka dalam kasus ini, hanya tinggal menunggu satu langkah, karena dari hasil penyelidikan seluruh berkas dan barang bukti untuk menjerat pelaku sudah lengkap. Kemungkinan salah satu pimpinan di RSUD Tanjunguban, akan ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau untuk siapa yang dijadikan tersangka, hanya tinggal menunggu waktu. setelah pihak Satreskrim melakukan gelar perkara dalam waktu dekat," katanya.
Sementara itu, sumber lain menyebutkan dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Alkes tersebut salah satunya adalah mantan Direktur RSUD Kepri Tanjunguban berinisial HI, lainnya juga sudah terjerat kasus serupa di wilayah Provinsi Lampung.
"Kemungkinan besar mantan direktur dan beberapa orang lainnya, salahseorang yang juga diduga terlibat sudah terlebih dahulu sudah berurusan hukum dengan kasus yang sama di provinsi Lampung. Tetapi untuk kepastiannya kita tunggu saja informasi dari Reskrim Polres Bintan," ujar sumber.
Diberitakan sebelumnya, kasus pengadaan alkes yang masuk dalam ranah hukum di antaranya pengadaan polymerase chain reaction (PCR) yang berfungsi mendeteksi virus dan Pemprov Kepri mengucurkan dana sebesar Rp5 miliar dari APBD 2010, serta pengadaan alat hemodialisa (Hd atau alat cuci darah) sebesar Rp3 miliar dari APBD 2011.
Terkait kasus dugaan korupsi tersebut, banyak pihak mengharapkan agar polisi bisa segera menuntaskan kasus ini mulai dari proses awal pengadaannya. Termasuk kasus-kasus pembangunan fisik di kabupaten Bintan, terutama yang diduga tidak maksimal.
"Kita mendukung atas kinerja Polres Bintan, terutama kasus-kasus yang merugikan masyarakat dan negara. Karena kalau ada penyeimpangan jelas hasil kerja pun tidak akan maksimal dan ujungnya tetap masyarakat yag jadi korban," tegas Iskandar, Ketua Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) SBSI Bintan.
Fakta di lapangan, lanjutnya, masalah pelayanan di RS tersebut sampai saat ini masih terus dikeluhkan oleh masyarakat karena dirasakan belum maksimal. "Ini rumah sakit setingkat provinsi, tapi pelayanannya tidak lebih dari puskesmas," sindirnya.
Dua unit alat kesehatan di RSUD Provinsi Kepri Tanjunguban, yang diadakan dengan anggaran sebesar Rp 8 miliar dari APBD Kepri tahun 2010 dan 2011, hingga saat ini belum difungsikan untuk memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.
Kedua unit peralatan medis tersebut adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) senilai Rp 5 miliar dari APBD Kepri tahun 2010 dan Hemodialisa (Hd) senilai Rp 3 miliar dari APBD Kepri tahun 2011. Peralatan PCR adalah alat untuk mendeteksi virus, sedangkan Hemodialisa untuk peralatan cuci darah.
Penyelidikan kasus ini dilakukan oleh Polres Bintan sejak AKBP Octo Budhi Prasetyo menjabat sebagai Kapolres atau tahun 2012. (btd/ivi)