RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku "Cegah Negara Tanpa Arah". Buku ke-19 yang ia tulis ini berisi penjelasan lengkap tentang perlunya restorasi haluan negara dalam paradigma Pancasila, sekaligus reposisi haluan negara sebagai wadah aspirasi rakyat. Menggambarkan pentingnya Indonesia memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai bintang penunjuk arah, yang memberikan kepastian keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan antara pusat dan daerah, serta antara satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya.
"Tanpa PPHN, Indonesia tidak ubahnya seperti kapal besar yang tengah berlayar ditengah samudra, namun tidak memiliki kompas sebagai penunjuk arah. Sehingga tidak jelas mau berlabuh kemana, tidak jelas juga apa yang mau dicapainya. Karena itu diperlukan PPHN, agar tujuan Indonesia sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, bisa segera terwujud," ujar Bamsoet dalam peluncuran buku "Cegah Negara Tanpa Arah", di Gedung MPR RI, Jakarta, Jumat (28/5/21).
Turut hadir menjadi narasumber antara lain Rektor Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria, Ketua Dewan Pakar Brain Society Center Didin Damanhuri, dan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan. Presiden, gubernur, bupati/walikota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/walikota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.
"Tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Joko Widodo, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan," jelas Bamsoet.
Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria menjelaskan, pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah terkait arah pembangunan nasional. Dirinya melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah Pusat belum sinkron. Karena daerah memiliki visi misi sendiri yang berbeda-beda.
"Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang. Bahkan mereka menargetkan, pada tahun 2030 nanti bisa memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangannya. Padahal mereka tidak memiliki lahan pertanian memadai. Sebuah hal yang kelihatannya mustahil, namun mereka bisa menjawabnya," jelas Arif Satria.
Ketua Dewan Pakar Brain Society Center Didin Damanhuri menerangkan, pola pembangunan yang saat ini mengandalkan visi misi presiden terpilih, yang dituangkan dalam RPJMN, menjadikan tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Untuk itu perlu pola pembangunan mengacu yang mengacu kepada PPHN.
"Sehingga akan jauh lebih mendalam content-nya. Jauh lebih luas partisipasi para elite strategisnya serta jauh lebih legitimate mandat rakyatnya terhadap platform pembangunan," terang Didin Damanhuri.
Sebagai catatan, selain buku "Cegah Negara Tanpa Arah", Bamsoet juga telah menerbitkan berbagai buku. Antara lain "Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran" (1990); "Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita" (1991); "Ekonomi Indonesia 2020" (1995); "Skandal Gila Bank Century" (2010); "Perang Perangan Melawan Korupsi" (2011); "Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul" (2011); dan "Republik Galau" (2012).
Dilanjutkan "Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir" (2013); "Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni" (2013); "5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1" (2013); I"ndonesia Gawat Darurat" (2014); "Republik Komedi 1/2 Presiden" (2015); "Ngeri Ngeri Sedap" (2017); "Dari Wartawan ke Senayan" (2018); "Akal Sehat" (2019); "Jurus 4 Pilar" (2020); "Solusi Jalan Tengah" (2020); dan "Save People Care for Economy" (2020).