RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa (Pemdes). Kehadirannya bertujuan menjalankan usaha ekonomi atau bisnis di desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun sayang, kehadiran BUMDes di desa-desa belum efektif mencapai tujuan yang ditetapkan. Di berbagai daerah, BUMDes dikelola ala kadar, asal jadi dan hanya menghabiskan dana desa.
Menyikapi hal itu, anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto mengusulkan BUMDes harus dikelola pihak ketiga yang profesional. Hal itu agar kehadiran BUMDes benar-benar bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Pantauan kami di lapangan, banyak BUMDes asal jadi. Pengurus atau pengelola main tunjuk saja tanpa punya keahlian berusaha. Ini menghabiskan dana desa aja,” kata Abraham di Jakarta, Kamis (27/5/2021).
Dijelaskan, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa menyebutkan, BUMDes berada di bawah Pemdes. Hal itu terlihat dalam struktur organisasi, di mana kepala desa (kades) duduk sebagai penasihat BUMDes.
Kades bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha desa. Selain itu, kades mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha desa.
Sementara pengelola atau pelaksana operasional BUMDes adalah perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kades. Artinya, pengelola BUMDes sebagai anak buah atau bawahan kades.
“Ini yang membuat tidak maju dan berkembang karena pengelola BUMDes diangkat dan diberhentikan kades. Jadi, suka-suka kades saja menentukan pengelola BUMDes. Lebih banyak pengurus dipilih dari tim sukses, bukan profesional yang paham berusaha. Kalau dia (kades, red) tidak suka, tinggal ganti,” ujar senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Dia mengusulkan pengelolaan BUMDes lepas struktur Pemdes dengan dikelola pihak ketiga. Caranya, kades bermitra dengan lembaga-lembaga profesional yang ada di kabupaten dan kota.
“Di daerah-daerah, ada banyak yayasan, UMKM, koperasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sudah profesional, Misalnya di NTT, ada Yayasan Tanaoba Lais Manekat (TLM), ada Koperasi Kredit (Kopdit). Mereka ini sudah berpengalaman berusahan. Bisa menjadi mitra Pemdes,” jelas Abraham.
Dalam kerja sama yang dibangun, lanjut Abraham, Pemdes tinggal melakukan penyertaan modal, tanpa membentuk BUMDes baru. Pemdes juga menitipkan warganya bekerja di lembaga pihak ketiga tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama.
“Pihak ketiga wajib memberdayakan setiap sumber daya di desa, sesuai lokasi kerjasama. Dari cara itu, Pemdes akan dapat laba dari penyertaan modal. Kemudian ada pembukaan lapangan kerja karena pihak ketiga wajib memberdayakan masyarakat desa,” tutur Abraham.
Ketua Kadin Provinsi NTT ini memang mengingatkan dalam memilih pihak ketiga, tidak semata-mata menjadi kewenangan Kades. Hal itu agar Kades tidak sembarang memilih lembaga yang menjadi mitra.
“Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota harus terlibat. Setidaknya mengawasi dan memberi daftar pihak ketiga yang profesional, yang sudah punya track record (rekam jejak) baik. Supaya dana yang disetor tidak hilang,” tegas Abraham.
Abraham mengaku masalah ini menjadi salah satu poin yang masuk dalam revisi UU Desa yang sedang dibahas Komite I DPD saat ini. Pihaknya ingin agar BUMDes benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa karena modal pembentukan BUMDes cukup besar.
Sebagaimana diketahui, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 87, Ayat (1) menyebutkan Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes. Ayat (3) menyatakan BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 3 menyebutkan tujuan pendirian BUMDes.
Disebutkan BUMDes bertujuan meningkatkan perekonomian desa, mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa dan mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa atau dengan pihak ketiga.
Tujuan lainnya adalah menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa.