RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Komite I DPD RI dan Menko Polhukam Mahfud MD sepakat untuk mengutamakan pendekatan kesejahteraan yang komprehensif untuk menyelesaikan pemasalahan di Papua sesuai dengan peraturan perundangan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini menjadi salah satu kesimpulan Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI berkaitan dengan permsalahan terkini yang terjadi di Papua (25/05).
Rapat Kerja ini dipimpin oleh Abdul Kholik (Wakil Ketua II), didampingi oleh Fachrul Razi (Ketua), Djafar Alkatiri (Wakil Ketua I), dan Fernando Sinaga (Wakil Ketua III). Sedangkan anggota yang hadir antara lain Otopipanus P. Tebay (Papua), Filep Wamafma (Papua Barat), Gusti Kanjeng Ratu Hemas (Yogyakarta), Hudarni Rani (Babel), Agustin Teras Narang (Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi Selatan), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Husein Alting Sjah (Maluku Utara), dan Richard Hamonangan Pasaribu.
Dalam sambutannya, Senator Abdul Khalik menjelaskan bahwa rapat kerja dengan Menkopolhukam bertujuan untuk membahas persoalan Politik, Hukum, dan Keamanan yang terjadi di Papua.
Persoalan itu antara lain permasalahan keamanan dan labeling teroris. Di mana pemerintah mengumumkan KKB sebagai teroris. Kemudian pembahasan revisi UU Otsus Papua, dan permasalahan lainnya yang terjadi di Papua.
Mahfud menegaskan bawa pendekatan kesejahteraan yang komprehensif merupakan prioritas solusi bagi permasalahan di Papua. Menurutnya, ada tiga kelompok yang ada di Papua, yaitu kelompok politik, klandestin (intelejen), dan KKB.
Rapat kerja menghasilkan dua kesepakatan sebagai berikut:
Pertama, Komite I DPD RI dan Menkopolhukam sepakat untuk mengutamakan pendekatan kesejahteraan yang komprehensif untuk menyelesaikan pemasalahan di Papua sesuai dengan peraturan perundangan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedua, Komite I DPD RI meminta pemerintah melalui Menkopolhukam agar dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tidak hanya sebatas untuk memperpanjang keberlakuan Dana Otonomi Khusus, melainkan untuk menjadi solusi yang kompherensif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di Papua.