RIAUMANDIRI.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman mengatan, masalah hukum dia alami tidak seberat dengan masalah-masalah bangsa ini, yaitu krisis multidimensional global yang sedang dialami bersama.
"Setelah kembali dari 'pesantren hukum' (Lapas Sukamiskin Bandung -red), saya menyadari, masalah hukum yang saya alami itu beratnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan masalah-masalah bangsa ini, yaitu krisis multidimensional global yang sedang kita alami bersama," Irman pada acara webinar Hari Kebangkitan Nasional dan peluncuran buku Irman Gusman jilid 3 "Menyibak Kebenaran", Kamis (20/5/2021).
Setidaknya Irman mencatat ada 12 macam kondisi krisis yang sedang melanda bangsa ini yaitu: krisis di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, kepercayaan yang memunculkan low-trust society, krisis hukum dan keadilan, politik identitas, kepemimpinan, keamanan dan kedaulatan, persatuan bangsa, kebablasan demokrasi liberal yang menggeser demokrasi Pancasila, proxy war, dan krisis kebudayaan.
"Di tengah krisis yang begitu banyak, justru semakin banyak waktu dan energi bangsa ini terbuang untuk bertengkar dan saling menjatuhkan. Sementara berbagai opini yang bergulir di publik bukannya mempersatukan malah semakin memecah-belah persatuan kita. Dan yang ramai dibicarakan bukannya solusi untuk mengatasi krisis, tetapi justru ucapan dan tindakan yang semakin memperberat keadaan," ujar Irman.
Irman Gusman mengibaratkan kapal di tengah lautan diterpa badai pancaroba dan gelombang besar. Sementara kapal itu bocor di sana-sini, tetapi orang-orang di kapal itu saling menyalahkan, bertengkar dan tidak menyelamatkan kapal itu, bagaimana nantinya nasib kapal itu.
Dalam kondisi seperti itu, yang dibutuhkan adalah sense of multi-crises. Kesadaran bahwa kita berada dalam kondisi bahaya yang dapat menenggelamkan kapal ini. Maka yang dibutuhkan kekompakan, keharmonisan, kedamaian, solidaritas sosial, kedermawanan, dan jiwa gotong-royong, bersama-sama mencari solusi terbaik untuk mengatasi krisis itu," kata Irman.
Semua Perlu Bangkit
Di Hari Kebangkitan Nasional ini, Irman mengajak semua pihak perlu bangkit dari dari cara berpikir dan berperilaku yang selama ini melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa.
"Perlu disadari bahwa sudah terlalu lama kita mengkhianati Demokrasi Pancasila, akibat terlalu yakin pada demokrasi liberal yang kebablasan dan hasilnya kita alami sekarang," kata Irman.
Selain itu kata Irman, bangsa ini perlu kembali kepada komitmen menegakkan demokrasi Pancasila, yang mencerminkan jati diri Indonesia, dan yang di dalamnya termasuk demokrasi ekonomi sesuai Pasal 33 UUD ‘45, serta penegakan hak asasi manusia Indonesia sesuai Pancasila dan konstitusi.
Sebab kata Irman, jika demokrasi ekonomi diabaikan, maka kondisi bangsa ini tidak akan semakin membaik, karena pemenuhan hak-hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak masyarakat di semua daerah untuk hidup secara layak, akan terus terhalang, meskipun di alam kebebasan yang sekarang kita alami.
Sebab, jelas Irman, kebebasan tanpa adanya peningkatan kesejahteraan rakyat adalah pseudo liberty atau kebebasan semu yang hanya memuaskan mata dan telinga tetapi tidak meningkatkan derajat hidup masyarakat.
"Saya berharap, semoga di Hari Kebangkitan Nasional ini kita semua bangkit dari kondisi sekarang dan memadukan potensi kita sebagai bangsa untuk menanggulangi berbagai krisis yang disebutkan tadi," harap.
Terhadap buku yang diluncurkannya, dia berharap bisa menjadi salah satu sumber pembelajaran bagi semua pihak, demi menegakkan hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan, yaitu hukum yang memanusiakan manusia, hukum yang menegakkan kebenaran dan keadilan serta hak-hak asasi manusia, bukan merendahkan martabat manusia.