RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Setelah libur lebaran kali ini, pada 24 Mei 2021 nanti sekolah kembali digelar via daring. Hal ini sesuai arahan Gubernur Riau, Syamsuar karena Covid-19 kembali menggila beberapa waktu belakangan.
“Sekolah kembali masuk itu 24 Mei, Insya Allah, setelah libur ini. Dan pembelajaran kembali dengan sistem daring, pembelajaran tatap muka ditiadakan. Sesuai dengan arahan Pak Gubernur, kondisi pandemi Covid-19 yang tinggi di Riau. Dan prediksi jangka waktu pandemi ini belum bisa dapat ditentukan, maka pembelajaran melalui daring,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Zul Ikram, Kamis (20/5/2021).
Pengamat Pendidikan Universitas Riau, Afrianto Daud menyayangkan keputusan yang diambil pemerintah itu. Menurutnya, akan lebih baik tetap memberi kesempatan pada daerah-daerah zona aman untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas.
"Memang dilema ya, kalau dilihat dari perspektif protokol kesehatan, kekhawatiran itu bisa dipahami. Demi keselamatan anak-anak. Tapi, mau sampai kapan kita begini? Maka, kita semua harus komitmenlah memberantas Covid-19 ini. Jangan melulu anak didik kita yang jadi korban akibat ketidakkonsistenan kita," ujar Daud kepada Riaumandiri.co.
"Yang selama ini dikomplain itu kan, sekolah ditutup, tapi di sisi lain banyak yang tidak disiplin, misalnya mal, pasar, tempat wisata, bahkan juga mungkin tempat ibadah. Itu prokes enggak jalan di tempat-tempat itu. Nah, kalau kita terus begini, kita makin tidak jelas kapan sekolah biasa lagi," tambahnya.
Selain itu, Daud mengatakan sejauh ini pembelajaran tatap muka terbatas juga tampak aman-aman saja dan tidak menimbulkan klaster baru di sekolah. Itu merupakan bukti bahwa sekolah mampu menjaga anak didiknya serta ketat dalam menjaga protokol kesehatan.
"Sebatas ini, artinya sekolah cukup berhasil," katanya.
Belajar daring punya banyak masalah, terutama kesiapan infrastruktur, tenaga pendidik, dan anak didik sendiri. Daud menjelaskan, ke depannya jika sistem ini tidak segera diubah, maka para generasi penerus akan mengalami learning lost, atau kehilangan kesempatan belajar dan kemampuan seperti yang dimiliki generasi-generasi sebelumnya.
"Cukup banyak data yang menunjukkan bahwa efektifitas belajar daring itu tidak sampai 40 persen. Bahkan data dari bank dunia itu hanya 33,3 persen. Murid tidak siap, begitu juga guru, orang tua, infrastruktur. Makanya saya cenderung pada pendapat memberi kesempatan kepada sekolah-sekolah yang yakin menjalankan prokes untuk tatap muka terbatas. Tidak menyamaratakan," kata Daud.
Apa yang disampaikan Daud senada dengan sikap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang bersikukuh menggelar pembelajaran tatap muka di sekolah meski pandemi Covid-19 belum usai.
Nadiem berkata pembelajaran via daring tak berjalan optimal. Bahkan justru menjadi beban mental para murid selama ini.
"Sudah jelas bahwa sudah terlalu lama saat ini proses pembelajaran jarak jauh (PJJ/daring) terjadi dan kita tidak bisa menunggu lagi dan mengorbankan pembelajaran dan kesehatan mental murid-murid kita," kata Nadiem dalam bincang-bincang daring bersama PDIP, Rabu (5/5/2021) dikutip dari CNN Indonesia.
Mantan bos Gojek itu mengatakan selama ini banyak murid yang mengalami stres karena harus belajar daring. Ia menyebut anak-anak terbebani secara mental karena kondisi belajar mengajar yang tidak dinamis, tanpa bertemu teman, dan kebosanan sebab selalu di dalam rumah.