RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya di pemerintahan untuk menghentikan perilaku koruptif. Karena perilaku tersebut akan menghambat pembangunan daerah.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla kepada dalam Webinar Kebangkitan Nasional sekaligus peluncuran buku "Menyibak Kebenaran, Drama Hukum Jejak Langkah dan Gagasan Irman Gusman", di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta,Kamis (20/5/2021).
Hadir dalam kesempatan itu Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi, Sekjen Majelis Nasional KAHMI Manimbang Kahariyady, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, Erman Suparman, dan Fahri Hamzah.
Dijelaskan LaNyalla, meski DPD RI memiliki kewenangan pengawasan atas undang-undang tertentu dan atas peraturan daerah, tetapi lembaga yang dipimpinnya itu bukan lembaga pencegah korupsi, tetapi memiliki kewajiban untuk melakukan penguatan perekonomian daerah.
"Di DPD RI sendiri ada tiga isu strategis daerah yang harus disuarakan. Pertama percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah, kedua peningkatan indeks fiskal daerah, dan ketiga, kesejahteraan dan kemakmuran daerah. Ketiga isu ini sangat berkaitan dengan pencegahan korupsi di daerah," kata senator asal Jawa Timur itu.
Karena perilaku koruptif kata LaNyalla, akan menghambat dan memperlambat pencapaian ketiga hal strategis tersebut. Dampaknya adalah semakin terhambatnya pembangunan daerah.
Mengenai banyaknya kepala daerah serta anggota DPRD yang menjadi terpidana dalam kasus korupsi, LaNyalla melihat dari sudut pandang lain. Dalam konteks pencegahan korupsi, harus memiliki pandangan yang sama. Pandangan itu harus dipahami dan tertanam dalam benak semua kepala daerah, khususnya, dan penyelenggara negara pada umumnya.
LaNyalla menerangkan, tujuan dibangunnya Indonesia sudah dituangkan dalam konstitusi, salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur. Termasuk lembaga negara dalam fungsi legislatif, yudikatif dan auditif. Ketika dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga dan aparatur tersebut berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan bukan untuk tujuan negara, maka itulah korupsi.
Menurutnya, ketika ada undang-undang yang memerintahkan penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar, maka sejatinya undang-undang tersebut adalah undang-undang koruptif.
"Ini bukan hanya soal APBD atau APBN saja. Juga bukan hanya tentang kepala daerah saja. Tetapi soal komitmen kita sebagai bangsa untuk mencapai dan mewujudkan tujuan negara ini,” pungkasnya.