RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menilai politik inovasi Indonesia semakin tidak jelas. Terutama terkait dengan kelembagaan dan kebijakan.
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/5/2021), Mulyanto menyebut sedikitnya ada tiga hal yang sangat mengganjal terkait politik inovasi ini.
Pertama soal penggabungan Kemenristek ke dalam Kemendikbud. Kedua soal peleburan LPNK ristek seperti LAPAN, BATAN, BPPT dan LIPI ke dalam BRIN. Dan ketiga terkait aturan secara ex-officio, Ketua Dewan Pengarah BRIN yang dijabat oleh Anggota Dewan Pengarah BPIP.
Ketiga hal tersebut, kata Mulyanto, terkesan dipaksakan dan kurang didukung oleh kajian akademik yang matang. Sikap seperti itu mencerminkan ketidakpedulian Pemerintah terhadap masa depan riset dan inovasi nasional.
“Sekarang ini tidak jelas. Lembaga mana yang berkewenangan mengkoordinasikan, merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi nasional. Kemendikbud-Ristek atau BRIN?" katanya mempertanyakan.
Dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek, juga tidak disebutkan secara definitif Menteri yang bertanggung-jawab terhadap urusan iptek ini.
Perpres No. 33/2021 tentang BRIN menyebutkan bahwa BRIN memiliki fungsi melaksanakan, mengkoordinasikan, serta merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi.
Sementara Kemendikbud-Ristek sesuai dengan Perpres 31 tahun 2021 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kemendikbud Ristek dan Kementerian Investasi/BKPM, khususnya Pasal 1 hurup b menegaskan bahwa Mendikbud-Ristek memimpin dan mengoordinasikan: penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Iptek yang dilaksanakan oleh Kemenristek, sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 50/2020 tentang Kemenristek.
Fungsi Kemenristek sebelumnya, sebagai Kementerian kelas C, adalah mengkoordinasikan serta merumuskan dan menetapkan kebijakan iptek. Kalau kita mengikuti logika ini, maka seharusnya Mendikbud-Ristek mengkoordinasikan BRIN.
"Inikan seperti ada dua matahari kembar yang fungsinya tumpang-tindih di bagian hulu bidang ristek. Bedanya Kepala BRIN bukan anggota kabinet, seperti Mendikbud-Ristek, sehingga tidak duduk satu meja dengan menteri-menteri lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana kerumitan BRIN dalam berkoordinasi dengan kementerian lain," jelas Mulyanto.
Mulyanto memaparkan, secara umum fungsi badan dalam pemerintahan adalah sebagai agen khusus (special agency) yang fokus menjalankan fungsi “pelaksanaan”. Badan ini tidak memiliki fungsi koordinasi apalagi perumusan dan penetapan kebijakan (policy). Itu sebabnya BRIN bukanlah lembaga politik yang kepalanya menjadi anggota kabinet.
Kementerianlah yang punya amanah politik untuk menjalankan fungsi koordinasi dan perumusan serta penetapan kebijakan (policy).
"Jadi, agar tidak sekedar basa-basi dan menimbulkan kerumitan baru, sebaiknya Pemerintah menata ulang soal ini. Atau sekalian saja frasa Ristek dalam Kemendikbud-Ristek dihapus, agar masyarakat menjadi terang akan lemahnya komitmen politik inovasi Pemerintah," tandas Mulyanto.