Peleburan BATAN ke BRIN Kontradiktif dengan Rencana Pengembangan PLTN

Ahad, 25 April 2021 - 05:43 WIB
Mulyanto (Ist)

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai keputusan pemerintah ingin melebur Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertentangan dengan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Bagaimana mungkin kebijakan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir itu dapat dilaksanakan bila lembaga yang bertanggungjawab atas pengelolaan nuklir itu dibubarkan. hal itu sangat kontradiktif," kata Mulyanto, Sabtu (24/4/2021).

Ditegaskan, BATAN adalah lembaga promosi nuklir. Pemerintah tidak boleh membubarkannya untuk digabungkan ke dalam BRIN.

"Itu bisa melanggar UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran. Karena BATAN bukan sekedar lembaga Litbang, tetapi adalah lembaga pelaksana yang memiliki tugas pokok untuk mempromosikan dan memanfaatkan ketenaganukliran di Indonesia," tegas Mulyanto.

"Siapa yang akan menjalankan amanat Undang-Undang Ketenaganukliran kalau BATAN ini dibubarkan," tanya mantan Sekretaris Kemenristek itu.

Mulyanto menyebutkan, terbitnya UU. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek, yang dipertegas dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, memang memungkinkan dilakukan penggabungan fungsi litbang BATAN ke dalam BRIN. Karena lembaga baru ini diamanatkan untuk melaksanakan litbang terintegrasi dari hulu ke hilir.

"Namun, kalau harus membubarkan atau melebur BATAN dan ke dalam BRIN itu sudah kebablasan," tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto mendorong pemerintah mempersiapkan diri untuk go nuclear. Menurutnya Indonesia sudah cukup berpengalaman dan mampu mengelola reaktor riset nuklir. Pengalaman itu sudah dipelajari sejak tahun 60-an, baik pada reaktor Bandung, reaktor Yogya dan reaktor GA Siwabessy di Puspiptek Serpong.

"Dari sisi SDM pun sudah cukup lumayan banyak, baik yang dididik dalam program nuklir di UI, UGM dan ITB atau dalam Sekolah Tinggi Teknik Nuklir (STTN), BATAN (Badan tenaga Nuklir Nasional) sendiri. Angkatan pertama dan kedua SDM nuklir ini sebagian sudah pensiun," kata Mulyanto.

Mulyanto yang pernah menjadi peneliti nuklir di BATAN itu menilai pengembangan listrik nuklir ini sangat tepat, ketika recovery Covid-19 selesai dan kita akan menggenjot sektor industri. Karena daya terpasang listrik nuklir sangat besar, dapat di atas 1000 MW per unit pembangkit.

Selain itu, karena penggantian bahan bakarnya yang relative jarang, (masa guna bahan bakar nuklir di dalam reaktor antara 3 – 6 tahun), maka listrik nuklir lebih stabil sepanjang tahun.

Karen itu, listrik nuklir menjadi pilihan yang tepat untuk dioperasikan pada beban dasar (base load) jaringan listrik.

Mulyanto optimis, Indonesia mampu go nuklir, apalagi kalau harga listrik dari PLTN ini dapat mencapai di bawah 7 sen USD $ per kilo Watt hour (kWh) sesuai BPP (biaya pokok pembangkitan) PLN.

Untuk diketahui hasil Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang langsung dipimpin Presiden Jokowi memutuskan untuk mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan introduksi PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Indonesia.

Menristek bersama Menteri ESDM sebagai Anggota DEN dari unsur Pemerintah menyampaikan keputusan tersebut Selasa 20/4/2021.

Dalam tingkat yang lebih teknis, Kementerian ESDM sebelumnya sudah memasukkan listrik nuklir dalam Grand Skenario Energi Nasional (GSEN) sebagai bahan untuk penyusunan RUEN (rencana umum energi nasional), yang akan segera diterbitkan DEN.

Editor: Redaksi

Tags

Terkini

Terpopuler