RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pihak PT Ravindo Makmur Abadi harus mengeluarkan uang Rp50 juta untuk mendapatkan proyek di Dinas Pendidikan Kota Dumai Tahun Anggaran 2017. Uang itu disinyalir untuk pengurusan Dana Alokasi Khusus di Kementerian Keuangan.
Belakangan, hal ini menjadi persoalan. Di mana Zulkifli Adnan Singkah ditetapkan sebagai tersangka dan duduk di kursi pesakitan. Sidang lanjutan terhadap mantan Wakil Wali Kota Dumai itu digelar pada Rabu (21/4/2021). Zul AS -biasa dia disapa- hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Mashudi. Dia adalah Marketing PT Ravindo Makmur Abadi.
Dalam kesaksiannya, Mashudi menyebut bahwa dirinya pernah dihubungi Sya'ari dan menyatakan akan ada kegiatan di Disdik Dumai.
Informasi dari Kepala Disdik Dumai itu kemudian diteruskannya ke Tatang Jaelani. Nama yang disebutkan terakhir itu dikatakan Mashudi adalah pimpinannya di PT Ravindo.
"Saya infokan ada kegiatan di Disdik ke Pak Tatang. Saya dapat info itu dari Bapak Sya'ari," ujar Mashudi di hadapan majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina.
Untuk mendapatkan proyek itu, Sya'ari meminta sejumlah uang kepada PT Ravindo.
"Setelah itu dia menghubungi saya lagi. 'Pak, kegiatan itu jadi dilaksanakan. Tapi untuk pelaksanaan kegiatan itu, kita minta bantu berupa uang ke Jakarta'," lanjut dia menirukan perkataan Sya'ari kala itu. Peristiwa itu dikatakan dia, terjadi pada pada pertengahan 2017 lalu.
Permintaan Sya'ari itu disampaikannya ke Tatang Jaelani. Pihak perusahaan akhirnya menyanggupi permintaan itu.
Hakim Ketua Lilin Herlina kemudian menanyakan, untuk keperluan apa uang itu diberikan. Atas pertanyaan itu, Mashudi memberikan jawabannya.
"Untuk ngasi orang, katanya buk," jawab Mashudi.
Dua pekan berselang, Sya'ari kembali menghubungi Mashudi menanyakan soal uang tersebut. Dia meminta uang itu diserahkan di Hotel Red Top di Jakarta. Mashudi pun mengaminkan permintaan itu. Adapun besaran uang itu adalah Rp50 juta.
Sekitar bulan September 2017, Mashudi menanyakan perihal proyek yang pernah dijanjikan Sya'ari sebelumnya. Saat itu, Sya'ari memberikan jawaban bahwa kegiatan itu jadi dilaksanakan dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah Indra Syarif.
"Coba la tanya ke Pak Indra, kapan dilaksanakan?," begitu jawaban Sya'ari yang ditirukan Mashudi dalam kesaksiannya.
"Kata Pak Indra, nanti ada tu di ULP (Unit Layanan Pengadaan,red)," sambung Mashudi lagi.
"Jadi gak, perusahaan Pak Tatang dapat proyek itu?," tanya Hakim Ketua.
"Jadi, yang mulia," jawab Mashudi.
Hakim kemudian menanyakan perihal uang untuk Disdik Disdik. Selain uang Rp50 juta, kata Mashudi, dirinya juga ada menyerahkan uang sebesar Rp2,5 juta untuk PPK, dan Rp7,5 juta untuk orang dinas lainnya. Itu diserahkannya setelah pekerjaan selesai.
"Untuk PHO Rp5 juta. Itu ke Ali Wardhana. Sama, setelah pekerjaan selesai," sebut dia.
Saksi lain yang dihadirkan JPU pada sidang itu adalah Vera Chyntiana. Dia pernah menjabat Ketua Pokja ULP Kota Dumai.
Mulanya, Vera mengatakan tidak pernah mendapat 'pesanan' baik itu dari kepala daerah maupun pihak lainnya dalam memenangkan suatu perusahaan yang mengikuti lelang.
Belakangan dia mengakui pernah dihubungi Wakil Wali Kota Dumai saat itu, Eko Suharjo. "Pernah gak dia minta proyek?," tanya Hakim. "Pernah," jawab wanita berhijab itu.
Adapun proyek dimaksud adalah kegiatan pengadaan makan minum di RSUD Kota Dumai. "Intinya Pak Wakil (Wako Dumai) minta memenangkan suatu perusahaan. Itu setelah saya menetapkan pemenang," kata Vera.
Menariknya, rekanan yang menang tender sama dengan yang diminta oleh Wawako Dumai saat itu.
Vera sendiri ternyata adalah keponakan dari terdakwa Zul AS. Hal itu diakui Vera dalam sidang saat itu. "Paman saya. Istri dari Pak Zul adalah kakak kandung ibu saya," imbuhnya.
Zulkifli AS ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 3 Mei 2019. Dia mulai ditahan KPK di Rutan Polres Metro Jakarta Timur pada 17 November 2020.
Diketahui, dalam dakwaan pertama,Tim JPU menyatakan, perbuatan terdakwa terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Saat itu telah terjadi pemberian uang secara bertahap yang dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta.