RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Yan Prana Jaya Indra Rasyid dimungkinkan menjalani persidangan dengan waktu yang cukup lama. Pasalnya, eksepsi yang diajukan Sekretaris Daerah Provinsi Riau nonaktif itu, ditolak majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Demikian terungkap pada persidangan dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2013-2017, Kamis (8/4). Dimana Yan Prana yang berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, duduk di kursi pesakitan, dimana persidangan digelar secara virtual.
Adapun agenda sidang adalah putusan sela. Dimana sebelumnya Yan Prana melalui Tim Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam putusan selanya, majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina menolak eksepsi tersebut. "Menolak eksepsi terdakwa (Yan Prana)," tegas hakim ketua, Lilin Herlina di ruang sidang.
Majelis hakim kemudian meminta kepada JPU untuk menghadirkan saksi-saksi dalam sidang berikutnya dengan agenda pembuktian. Sidang tersebut dijadwalkan digelar pada pekan depan.
"Memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi pada persidangan selanjutnya. Sidang kembali kita gelar pada Senin (12/4) pekan depan," sebut Hakim Ketua.
Terkait rencana menghadirkan Yan Prana secara langsung dalam sidang berikutnya, hakim ketua meminta tim penasehat hukum untuk berkoordinasi dengan JPU dan pihak Rutan Pekanbaru.
"Silakan berkoordinasi dengan JPU dan rutan untuk membawa terdakwa ke persidangan," pungkas Lilin Herlina.
Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan dugaan korupsi itu sekitar Januari 2013-2017. Saat itu, Yan Prana menjabat selaku Kepala Bappeda Siak.
Dugaan rasuah itu dilakukannya bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah), bersama-sama pula dengan Ade Kusendang dan Erita. Perbuatan dilakukan berlanjut secara melawan hukum.
Ada tiga anggaran kegiatan yang diduga dikelola secara melawan hukum oleh terdakwa. Yaitu, anggaran perjalanan dinas, anggaran pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan pengelolaan anggaran makan minum.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperkaya terdakwa sebesar Rp2.896.349.844,37 sebagai mana laporan hasil audit Inspektorat Kota Pekanbaru," ujar JPU dalam surat dakwaannya.
Jaksa kemudian menguraikan perbuatan terdakwa dalam pemotongan perjalanan dinas tahun anggaran 2013-2016. Disebutkan JPU, terdakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen.
Adapun rincian realisasinya, anggaran 2013 sebesar Rp2757.426.500, anggaran 2014 sebesar Rp4.860.007.800, dan anggaran 2015 sebesar Rp3.518.677.750. Lalu, anggaran 2016 sebesar Rp1.958.718.000, dan anggaran 2017 sebesar Rp 2.473.280.300.
"Berdasarkan DPPA SKPD Nomor 1.06.1.06.01 tahun 2013-2017 itu, total realisasi anggaran perjalanan dinas yakni sebesar Rp15.658.110.350," lanjut Jaksa.
Pada bulan Januari 2013, saat terjadi pergantian Bendahara Pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna Fitria, terdakwa mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.
Donna Fitria sebagai Bendahara Pengeluaran, kemudian melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Siak TA 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.
Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat didalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) perjalanan dinas, dipotong sebesar 10 persen.
"Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas," kata JPU lagi.
Pelaksana kegiatan sebagaimana yang tercantum pada Surat Perintah Tugas (SPT), terkait pelaksanaan perjalanan dinas Bappeda Siak pada tahun 2013, sebelumnya sudah mengetahui bahwa terdapat pemotongan anggaran perjalanan dinas atas arahan terdakwa Yan Prana
Alhasil, pemotongan anggaran perjalanan dinas itu dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria selaku Bendahara Pengeluaran di brankas bendahara, Kantor Bappeda Siak.
"Donna Fitria mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa secara bertahap sesuai dengan permintaannya," bebernya.
JPU kemudian melanjutkan membacakan surat dakwaan. Kali ini dilanjutkan dengan memaparkan peran bawahan Yan Prana lainnya, Ade Kusendang. Nama yang disebutkan terakhir adalah Bendahara Pengeluaran pengganti Donna Fitria.
Kepada Ade, Yan Prana tetap memberikan arahan agar pemotongan sebesar 10 persen terhadap perjalanan dinas. Atas arahan itu, Ade Kusendang mengatakan kepada terdakwa, 'Takut menimbulkan fitnah, karena ada desas-desus yang kurang enak atas pemotongan 10 persen'.
"Namun terdakwa berupaya meyakinkan Ade Kusendang. Sampai akhirnya dia menerima dan menjalankan apa yang diinginkan terdakwa," sebut Jaksa lagi.
Selama mendengar pembacaan dakwaan tersebut, orang dekat Gubernur Riau Syamsuar itu terlihat berulang kali menggeleng-menggelengkan kepalanya, seakan-akan dia ingin membantah langsung isi dakwaan.
Dia pun menegaskan akan mengajukan eksepsi yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya.
Selain itu, JPU meminta agar dihadirkan langsung di pengadilan untuk mengikuti sidang.
"Mohon pada persaingan selanjutnya, majelis hakim memanggil terdakwa untuk hadir langsung di persidangan," minta Jaksa.
Mendengarkan permintaan itu, majelis hakim tidak langsung mengabulkan. Meski begitu, Hakim Ketua Lilin Herlina menyatakan jika terdakwa hadir langsung akan lebih jelas.
"Jika (Jaksa) Penuntut Umum siap menghadirkan di pengadilan, kami siap. Biar lebih lancar," kata Hakim Ketua Lilin.***