RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dalam rangka ulang tahun ke-21 Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau mengadakan diskusi bertema '21 Tahun Ombudsman Mengawal Pelayanan Publik', Rabu (10/3/2021).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau, Ahmad Fitri menjelaskan, tujuan diadakannya diskusi guna sosialisasi kepada masyarakat bagaimana Ombudsman menjalani tugasnya di Riau. Oleh sebab itu, awak media berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dianggap tepat diajak berdiskusi tentang pelayanan publik.
“Jadi, kalau untuk di Riau sendiri Ombudsman sudah menjalani tugasnya selama sekitar delapan tahun,” terangnya.
Lebih jauh, Ahmad menjelaskan substansi diskusi ini adalah membahas laporan-laporan yang ditangani Ombudsman Riau selama 2020. Seperti, persoalan layanan pendidikan yang biasanya paling banyak dilaporkan pada saat menjelang ujian nasional.
“Kemudian banyak masyarakat yang melaporkan di bidang layanan administrasi dan kependudukan. Karena ini berkaitan dengan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan dokumen kependudukan karena kita sebagai warga negara punya kewajiban atas itu,” tutur Ahmad.
Selain itu, Ahmad juga menyampaikan banyaknya aduan dari masyarakat soal pertanahan. Hal itu sebab masyarakat ingin segera mendapatkan sertifikat tanah.
“Jadi mereka ingin itu tapi sulit sekali untuk mendapatkannya, melalui birokrasi dan hal lainnya. Jadi melapor ke Ombudsman,” tambahnya.
Di lain sisi, Pemerhati Ilmu Pemerintahan dari Universitas Riau, Auradian Marta menyoroti optimalisasi peran ombudsman dalam pelayanan publik pada masa pandemi. Menurutnya, tantangan muncul pada transformasi pelayanan publik dan responsivitas dan kejelasan informasi pelayanan.
“Juga dalam integrasi data dan pelayanan, lalu pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Karena saat ini kan pandemi, segala hal serba daring. Kita luring saja masih banyak kendala apalagi secara daring begini,” tuturnya.
Auradian juga menyampaikan, indikator keberhasilan desentralisasi dan otonomi daerah adalah pelayanan publik. “Cuma sering kali pelayanan publik yang dilakukan pemerintah jauh dari harapan. Makanya hadirnya Ombudsman ini untuk mengawasi pelayanan publik,” katanya.
Ia menyayangkan dalam indeks persepsi maladministrasi 2017, Riau termasuk yang paling tinggi dalam status maladministrasi sedang dengan di bawahnya ada Kalimantan Tengah, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Selain itu, jumlah laporan pengaduan masyarakat Riau pada 2017-2019 juga paling banyak ditemukan di Pekanbaru.
“Artinya perlu sosialisasi lebih jauh lagi dengan masyarakat yang ada di daerah. Ombudsman Riau harus jemput bola, karena bukan Pekanbaru saja yang punya banyak masalah. Saya yakin di daerah juga punya masalah yang beragam juga,” ujar Auradian.