RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pelalawan, MD Rizal resmi menyandang status tersangka terkait ambruknya turap Danau Tajwid. Selain dia, seorang bawahannya yang bernama Tengku Pirda juga menyandang status yang sama.
Dikatakan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Hilman Azazi, penetapan tersangka dilakukan belum lama ini. Keputusan itu tentunya diambil setelah tim penyidik melakukan gelar perkara.
"Kami telah menetapkan dua tersangka pada 16 Februari lalu. Mereka berinisial MR (MD Rizal, red) dan TP (Tengku Pirda, red)," ujar Hilman Azazi, Rabu (17/2).
Para tersangka itu, sebut Hilman, disangkakan dengan Pasal 10 Undang-undang (UU) RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 31 tahun 1999. Ancamannya maksimal pidana penjara selama 7 tahun.
Hilman kemudian memaparkan modus para tersangka dalam perkara itu. Menurut dia, MD Rizal menugaskan Tengku Pirda selaku operator untuk membersihkan sekitaran tiang penyangga turap atau sheet pile. Akan tetapi, proses perintah itu kurang tidak runut dan tidak sesuai kelaziman.
"Itu (turap,red) dirusak oleh tangan manusia dengan menggunakan alat tertentu," kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo, Jawa Timur (Jatim) itu.
"Ini berdasarkan alat bukti yang sudah kami kantongi. Kami juga sudah menguji dari sisi teknis dan alam seperti hujan serta banjir, serta memeriksa ahli hukum dan kontruksi," sambungnya.
Atas penetapan tersangka tersebut, ditambahkan dia, pihaknya bakal mengagendakan pemeriksaan MD Rizal dalam kapasitas sebagai tersangka. Langkah ini, untuk merampungkan berkas perkara Plt Kadis PUPR Pelalawan. "Kami akan agendakan pemeriksaan tersangka," pungkas Hilman Azazi.
Diketahui, dalam penyidikan perkara ini, penyidik telah memasang Jaksa Line atau segel di turap pembatas jalan dengan Sungai Kampar menuju Danau Tajwid di Kecamatan Langgam, Pelalawan itu. Penyegelan itu dilakukan pada awal Januari kemarin.
Upaya itu dilakukan agar pengusutan perkara tidak terganggu oleh pihak lain. Dengan telah dipasangnya garis pembatas warna merah putih yang bertuliskan Kejaksaan RI itu, tidak dibenarkan satu orang pun masuk ke kawasan tersebut tanpa seizin penyidik.
Selain itu, Jaksa juga telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Di antaranya, Hardian Syahputra yang diperiksa pada 15 Desember 2020 lalu. Dimana sebelumnya, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pelalawan itu berhalangan hadir.
Hardian adalah salah satu pihak yang diduga mengetahui perkara ambruknya turap Danau Tajwid. Pada kegiatan yang bernama pekerjaan paket I revertmen Sungai Kampar-Danau Tajwid tahun anggaran 2018 itu, Hardian adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Selain dia, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Zukri. Dia adalah anggota Kelompok Kerja (Pokja) pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pelalawan.
Selain dua nama yang disebutkan di atas, Jaksa juga telah beberapa kali melakukan pemeriksaan terhadap Hariman Tua Dibata Siregar, Direktur PT Raja Oloan. Perusahaan itu merupakan pihak swasta yang menjadi rekanan proyek tersebut.
Hariman mengaku telah diperiksa dalam kasus turap ini sebanyak empat kali. Terakhir, ia dimintai keterangan pada 11 Desember 2020. Tiga hari berselang, proses yang sama juga dijalani Inspektur Pelalawan, M Irsyad.
Di hari yang sama, Jaksa menjadwalkan pemeriksaan terhadap Plt Kepala Dinas PUPR Pelalawan, MD Rizal. Namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sakit. Pemeriksaannya dilakukan dalam kesempatan yang lain.
Dari informasi yang dihimpun, turap di kawasan wisata alam Danau Tajwid ambruk pada Sabtu, 12 September 2020 lalu. Diduga ada unsur kesengajaan oleh oknum tidak bertanggung jawab atas robohnya turap sepanjang 200 meter itu.
Meski usianya baru setahun lebih, turap sudah mengalami kerusakan cukup berat. Pada sisi tebing, berdampak adanya Iubang-lubang yang cukup menganga.
Saat perkara masih dalam tahap penyelidikan, tim penyelidik Pidsus Kejati Riau bersama ahli konstruksi mendatangi lokasi dimaksud pada Rabu, 7 Oktober 2020. Tak hanya itu, ahli pidana juga telah dimintai keterangan terkait robohnya proyek yang dibangun dengan anggaran Rp6 miliar itu.
Hasilnya, ahli menguatkan sangkaan Jaksa yang menduga adanya unsur kesengajaan dalam ambruknya turap yang dianggarkan dari APBD Kabupaten Pelalawan tahun 2018 itu. Turap dirobohkan oleh manusia dengan menggunakan alat tertentu.
Turap dikerjakan oleh PT Raja Oloan. Nilai kontrak proyek sebesar Rp6.163.648.600. Dari nilai itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan baru membayar rekanan sebesar Rp2 miliar.
Direktur PT Raja Oloan, Hariman sebelumnya juga pernah mengatakan, turap ambruk karena disengaja. Hal itu terlihat dari ditemukan jejak-jejak alat berat diduga jenis ekskavator mengeruk pada bagian dinding turap.
Dia menyatakan, turap tidak bakal ambruk dengan sendirinya karena kekuatannya adalah 700. "Kekuatan K 700, masa ambruk ke sungai. Dia sifatnya menahan air. Sementara sudah beberapa kali banjir, tidak apa-apa, apalagi sekarang ini kan tak ada banjir," sebut Hariman belum lama ini.
Apalagi, kata dia, ambruknya turap bersamaan saat pihaknya memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan terhadap Pemkab Pelalawan, dalam hal ini Dinas PUPR.
Tidak itu saja, rekanan sedang berupaya melakukan upaya hukum, agar Pemkab Pelalawan membayarkan sisa proyek turap yang sudah tuntas, yaitu sebesar Rp4 miliar sesuai dengan gugatan yang mereka menangkan di PN Pelalawan.