Kian Naik Daun, Peternak Cupang Mengeluh: Susah Cari Pakan Alami dan Pemula yang Merusak Harga

Sabtu, 13 Februari 2021 - 14:04 WIB
Pemilik Jack Betta, Asrul Sani (baju biru) bersama Reporter Riaumandiri.co, M Ihsan Yurin (baju hijau) saat melihat lubuk pembesaran cupang.

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dengan rokok tanpa filternya, Jack terus klepas-klepus sambil semangat menceritakan pemasukan yang bisa diraihnya dalam sehari dari beternak cupang kecil-kecilan di sisa lahan samping rumahnya. Namun, setidaknya ada dua masalah serius yang kini menghantui bisnisnya: pakan alami susah didapat dan peternak pemula yang merusak harga pasaran.

Pria bernama asli Asrul Sani ini sudah menjalankan bisnis cupang sejak 10 bulan yang lalu. Tak dipungkirinya, awal-awal pandemi Covid-19 yang mengharuskan tetap di rumah membuat banyak orang jenuh dan mencari-cari kesibukan. Ada yang memilih becocok tanam, belajar memasak, memulai rutin berolahraga, dan tentu saja, memelihara cupang.

Jack belum genap setengah tahun pensiun dini saat pandemi datang. Ia pensiun dini dari perusahaan kertas di Perawang, Riau dan pindah ke Pekanbaru setelah 21 tahun bekerja. Di Pekanbaru, ia membuka warung kelontong kecil di depan rumah. Mendapat informasi dari temannya bahwa cupang sedang naik daun, Jack menangkap sebuah potensi.

Memanfaatkan sisa lahan di samping rumahnya, Jack memijahkan 10 pasang pertama cupang berbagai jenis.

"Ambil pensiun dini terus pindah ke sini. Daripada enggak ada kegiatan. Soalnya kalau mau kerja (sama orang lain) juga, ngapain dulu di Perawang berhenti. Sama aja. Saya buka kedai di depan rumah terus ada yang nyaranin main cupang. Sekarang kan lagi booming-boomingnya," ujarnya kepada Riaumandiri.co, Jumat (12/2/2021).

Jack mengaku tidak murni pertama kali beternak cupang. Dulu saat ia lajang, ia pernah iseng mengawinkan cupang hingga beranak pinak. Cupang-cupang itu dipajang memenuhi dapur rumahnya. Namun, ia berhenti melakukan keisengan tersebut saat menikah. Cupang-cupang itu akhirnya habis dibagi-bagikan kepada tamu undangan.

Kini, setelah puluhan tahun berlalu, ia hanya perlu sebentar menonton cara beternak cupang di Youtube untuk mengembalikan ingatan masa mudanya.

"Rupanya sama aja caranya kayak dulu. Makanya pas mulai nge-breed lagi sudah enggak canggung," kata kakek bercucu satu ini.

Jack memasarkan cupang hasil pijahannya melalui grup-grup pecinta cupang di Facebook. Hampir setiap hari rumahnya selalu didatangi pembeli, baik orang dewasa, maupun anak sekolahan. Jamnya pun tidak menentu. Jack mengaku pernah didatangi pembeli pukul sebelas malam.

"Ada dua orang berdiri di depan. Kedai sudah tutup. Saya kira mau apa, pas ditanya rupanya mau beli cupang," tuturnya.

Reporter Riaumandiri.co diajak berkeliling peternakan dan diperkenalkan beragam jenis cupang baru. Mulai dari cupang Nemo, Avatar, Cooper, Multy Colour, dan sebagainya. Jenis-jenis ini baru muncul belakangan setelah banyak peternak yang mengawinsilangkan jenis cupang dasar seperti halfmoon, serit, plakat, dan lainnya.

"Dulu kita tahunya cuma halfmoon, serit, sama plakat. Sekarang jenisnya banyak. Kita bisa bikin nama sendiri. Tapi susah. Ada jenis yang harus berkali-kali disilang baru jadi," jelasnya.

Di peternakan yang diberinya nama Jack Betta ini, Jack punya koleksi ribuan ekor cupang. Baik yang siap jual, maupun yang masih burayak (baru menetas), dan masa pembesaran. Dengan koleksinya itu, Jack bahkan mengaku kewalahan memenuhi permintaan pelanggan. Per hari, ia diminta menyiapkan 200 ekor cupang cendolan (istilah untuk cupang yang dibeli partai besar). Dengan lahan sempit yang hanya bisa dibuat untuk 6 lubuk pembesaran, ia tak menyaggupi permintaan itu.

Meskipun bisnis cupang dapat dikatakan bisnis musiman, Jack yakin peminat dan pasar cupang tidak akan benar-benar mati seperti yang terjadi pada pasar batu akik. Menurutnya, selalu ada cupang mania yang terus beregenerasi dan tak peduli musim.

"Sehari pernah dapat Rp1,2 juta. Tapi setidak-tidaknya, kalau pas sepi bisalah untuk beli rokok sama beras 1 kilo. Dan kalaupun musimnya turun, paling enggak sampai hilang dan mati macam batu akik. Sekarang anak-anak enggak sekolah aja permintaan banyak. Apalagi nanti udah sekolah," katanya.

Naik daunnya cupang merupakan berkah tersendiri saat kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 terus menyiksa masyarakat. Tidak hanya Jack, ada banyak peternak yang juga memulai karir percupangannya karena pandemi Covid-19. Melihat fenomena tersebut, Jack mengaku tidak takut persaingan akan semakin ketat. Namun, ia menyayangkan peternak pemula yang kerap membanting harga cuma demi cepat laku.

"Saya kalau di Facebook yang minta pertemanan wajahnya anak-anak, tidak saya terima. Mereka ini menghancurkan harga. Enggak apa-apa peternak banyak, tapi harga jangan main banting-banting. Masak dulu sepasang jenis yang bagus bisa Rp200 ribu, mereka jual Rp50 ribu. Dapat bonus lagi. Habislah harga kalau gitu. Gimana kita mau menawarkan ikan kita lagi. Dan kebanyakan yang kayak gini peternak-peternak yang masih SMP, masih sekolahlah," jelasnya menggebu-gebu.

Jack berharap admin grup-grup pecinta cupang dapat membuat kebijakan. Jika seandainya ada penjual yang dirasa sering membanting harga dan merusak pasar, sekiranya dapar diblokir atau dikeluarkan. Sebab, grup Facebook menjadi salah satu tempat berkomunikasi paling efektif antara peternak dan penjual dengan pembeli.

"Kalau harga enggak dipampang, masih mendinglah. Ini udahlah banting harga, angkanya ditulis pula," katanya.

Sulit Cari Pakan Alami

Lahan peternakannya yang sempit dan kondisi yang panas, membuat Jack berkali-kali mengusap keringat. Apalagi, jarak antara atap seng dengan kepala hanya beberapa jengkal.

Batang rokok terus berganti. Asap mengepul. Jack bercerita soal sulitnya mencari pakan alami untuk cupang. Padahal, anakan cupang hanya mampu dan mau memakan pakan alami, yakni kutu air. Memang, ada banyak pilihan seperti kuning telur dan artemia (udang air asin kecil), akan tetapi kutu airlah yang paling efektif dan tingkat risikonya rendah.

Kutu air biasa didapat dari genangan air di selokan. Jack biasanya berburu kutu air usai Salat Subuh atau sore menjelang magrib. Namun, kini ia kesulitan mendapatkan kutu air, sebab yang datang mencari bukan saja para peternak, tapi juga orang yang menangkap kutu air untuk dijual kembali.

"Kadang jam 6 subuh sampai di lokasi sudah ramai orang cari kutir (kutu air). Yang dijual lagi ini bawa ember besar-besar. Kadang malah kita kehabisan. Apalagi kalau hujan. Terpaksa anak-anak cupang ini puasa. Kalau yang besar bisalah dipancing pelet," paparnya.


Sempat Disatroni Maling

Beberapa hari sebelum Riaumandiri.co datang, Jack Betta yang berlokasi di Biak Garden, Kubang Pekabaru ini sempat disatroni maling. Beberapa koleksi Jack raib. Termasuk anakan cupang di dalam lubuk yang sedang proses pembesaran. Setidaknya, 9 botol indukan cupang siap jual hilang.

"Kemarin dia (maling) datang lagi. Dia kira mungkin sudah 'dingin'. Kami kejar. Sampai masuk selokan," kata Jack.

"Dia malingnya tenang. Sudah sering. Orang komplek sebelah. Orang-orang sana sudah pada tahu dia suka maling. Cuma belum pernah ketangkap basah. Yang di lubukan disortirnya. Indukan yang diambil juga yang bagus-bagus," tambahnya.

Kasus kehilangan cupang tidak terjadi satu dua kali. Saat sedang musim, hal seperti ini memang jamak terjadi. Seperti tanaman hias yang terpaksa dikeluarmasukkan ke dalam rumah demi menghindari maling, sudah semestinya cupang juga dijaga lebih ketat agar hal-hal seperti ini tidak terus terjadi.

Bisnis cupang memang menjanjikan. Hal ini dikonfirmasi salah satu dari belasan pedagang cupang di Jalan Nagasakti (Jalan Stadion Panam atau Stadion Utama Riau), Wandi.

Dalam sehari, Wandi mampu meraup omset bersih hingga Rp300 ribu. Kini, ia berhenti dari pekerjaan lamanya, mengampas (menjajakan barang-barang pecah belah dengan berkeliling) dan fokus berjualan cupang.

"Cukuplah. Lebih malah. Anak saya ada tiga orang," ujarnya.

Pada akhir pekan, setidaknya ada 20 penjaja cupang di sepanjang Jalan Stadion. Tidak hanya cupang, mereka juga menjual pakan seperti kutu air dan jentik-jentik nyamuk, termasuk akuarium dan perlengkapan pemeliharaan cupang lainnya.

"Kalau akhir-akhir ini yang banyak laku malah pakan. Kemarin-kemarin ikannya juga ramai kok," kata Wandi.

Terkait perawatan cupang yang kerap disangka mudah, Wandi dengan tegas membantah. Menurutnya, cupang sama seperti kucing dan hewan lain. Butuh perawatan khusus agar kualitas dan cantiknya menjadi maksimal.

"Ciri cupang bagus secara umum itu ekornya rapi dan badannya lurus. Warnanya juga seimbang antara kiri dan kanan," jelasnya.

"Tapi soal perawatan mudah, tidak. Susah. Harus hobi. Kayak dikasih air ketapang, dan lain-lain. Sama seperti kucing, cupang ini juga tahu siapa tuannya, siapa yang ngasih makan. Harus dirawat. Kalau sekadar hidup, ya hidup. Tapi kalau enggak dirawat, ya ikannya enggak akan tampil maksimal," tutupnya.


 

Editor: Rico Mardianto

Tags

Terkini

Terpopuler