RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Vaksin COVID-19 menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal inilah yang menjadi keprihatinan berbagai pihak dalam usaha memutuskan mata rantai penularan virus corona.
Dokter Spesialis Paru RSA UGM, dr. Astari Pranindya Sari M.Sc., Sp.P. menjelaskan bahwa vaksin dibuat dan tiba di Indonesia setelah melewati perjalanan panjang. Dia memaparkan sebuah vaksin diproduksi setelah melewati beberapa fase seperti uji laboratorium dan uji klinis, hingga kemudian keluarlah angka presentase efikasi atau tingkat kemanjuran. Dengan angka 65,3 persen, angka efikasi ini telah lebih dari apa yang disyaratkan oleh WHO yaitu 50 persen.
“Dari proses tersebut, saya harap masyarakat paham bahwa ini berangkat dari usaha untuk pencegahan dan dilakukan dengan sangat serius. Mungkin ada pendapat masyarakat yang mengatakan antibodi dibentuk dengan terkena virus dahulu. Namun dari segi kedokteran hal ini tidaklah etis karena sudah ada upaya pembuatan vaksin. Selain itu, prosesnya bisa membahayakan,” jelas Astari mengutip dari ugm.ac.id.
Menurut Astari, ada dua alasan kenapa penggunaan vaksin menjadi penting. Pertama, fakta bahwa kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Hal itu didukung pula dengan presentase mortalitas dan positivity rate di Indonesia yang melebihi standar rata-rata di dunia.
Kedua, adanya kenaikan kasus ini bukan berarti tak ada obat untuk menyembuhkan seseorang dari COVID-19. Namun, meski ada obatnya tapi tetap saja kasus tetap naik. Maka dari itulah Astari memutuskan untuk kembali ke prinsip awal bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Namun pencegahan melalui vaksin harus diiringi dengan langkah pencegahan lain yaitu 3M dan 3T.
“Kesemuanya berkesinambungan dan tidak bisa berdiri sendiri,” kata dr. Astari.