RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - LPPM Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Suska Riau tengah menyusun SOP penanganan kasus pelecehan seksual. Dalam waktu dekat, warga kampus yang mengalami pelecehan dapat mengadu ke badan khusus tersebut.
Hal ini disampaikan langsung Kepala LPPM PSGA UIN Suska Riau, Sukma Erni kepada Riaumadiri.co, Jumat (22/1/2021).
"Draft-nya sudah selesai. Sudah selesi validasi konsep. Sudah naik ke rektorat untuk legalisasinya. Tapi sebelum itu, saya minta untuk dibahas di senat dulu," kata Sukma.
"Kenapa saya minta dibahas di senat dulu, sebab kadang kala kalau kita bicara kekerasan dan pelecehan, dianggap tabu. Kemudian tidak semua orang peduli terkait permasalahan seperti itu. Lalu juga banyak yang bilang masalah begitu cukup dikasih punishment oleh kampus, beres. Nah, ini yang mau saya tegaskan. Tidak cukup hanya punishment. Karena ada pelaku dan korban. Kalau pelaku, di-punishment selesai. Tapi korban? Tidak. Korban mungkin ada trauma, ketakutan, dll. Perlu pendampingan agar korban kembali ke eksistensinya seperti awal," jelas Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini.
Namun, hingga kini pembahasan di Senat UIN Suska belum dapat dilaksanakan disebabkan berbagai permasalahan yang belakangan muncul di UIN Suska.
"Kita sekarang rektor masih pelaksana tugas. Jadi mungkin senat belum mengadakan sidang dan membuat keputusan," kata Sukma.
Sukma menjelaskan, selama ini kasus pelecehan seksual di UIN Suska mirip seperti kasus KDRT, yakni menggunakan delik aduan. Apabila tidak ada yang melaporkan, tidak akan diproses.
"Kalau pun dilaporkan, paling hanya selesai di tingkat prodi dan fakultas," ungkapnya.
Sementara itu, dengan lahirnya SOP yang menangani kasus pelecehan seksual ini, Sukma berharap dapat menyelesaikan masalah dan mengubah imej tentang pelecehan seksual yang ada di kampus.
"Bahwa pelecehan seksual itu tidak sederhana. Bahwa ada badan khusus yang akan menyelesaikannya. Bahwa semua kita harus tahu bagaimana itu pelecehan seksual dan apabila terjadi di depan mata, kita tidak boleh mengabaikannya," jelasnya.
"Kita juga ingin membangun mainstream bahwa pelecehan ini bukan persoalan gampangan. Persoalan ini jelas penanganannya, dan jelas pula hukumannya," tambahnya.
Dalam SOP yang disusun timnya, Sukma memasukkan prinsip-prinsip penanganan korban, standar pelayanan, mekanisme pencegahan, dll. Selain itu, pihaknya juga membuat SOP ini menjadi unit layanan terpadu yang terintegrasi dari beberapa satuan kerja yang akan melibatkan semua fakultas untuk pendekatan yang berbeda-beda, di antaranya Fakultas Hukum dan Syariah, Fakultas Psikologi, dan lainnya.
"Kita mau unit terpadu ini langsung di bawah rektor. Dan yang terpenting kami mau ULT ini menjadi badan khusus. Kalau di luar sana mungkin seperti shelter, tapi kita di sini ULT. Jadi tempat mengadunya jelas. Tidak bisik-bisik lagi," ungkapnya.
"Diadukan ataupun mengadu sendiri, kita akan adopsi dan proses," tambahnya.
Selain itu, Sukma mengatakan pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja asal ada kesempatan, kemauan, laki-laki dan perempuan. Sebab secara humanistik, ketertarikan laki-laki dan perempuan tidak dipengaruhi apa pun, termasuk agama.
"Di UIN sekali pun, ada. Pasti ada," tutupnya.
Reporter: M Ihsan Yurin