RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pemko Pekanbaru berencana memulai sekolah tatap muka terbatas pada Februari 2021 mendatang. Dimulai dari sekolah negeri yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Dinas Pendidikan setempat.
Menanggapi hal itu, Konsultan Pendidikan, Afrianto Daud mengatakan, dalam situasi pandemi seperti sekarang, tidak perlu memaksakan diri untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka. Ia juga tidak melihat adanya urgensi yang lebih penting daripada keselamatan jiwa anak didik.
"Yang terpenting itu keselamatan. Jadi meskipun ada banyak sekali keluh kesah terhadap pembelajaran daring, tetap jangan lupakan keselamatan. Mengapa harus buru-buru ke sekolah ketika keamanannya belum memungkinkan?" ungkapnya, Kamis (21/1/2021).
Daud mengatakan, di tengah pandemi yang angka penularannya masih tinggi, tidak ada urgensi apa pun untuk buru-buru melaksanakan sekolah tatap muka, khususnya secara kurikulum dan pendidikan.
"Apa yang mau kita kejar? UN sudah ditiadakan. Kurikulum juga boleh direvisi dan disederhanakan, itu yang namanya kurikulum darurat. Ujian juga tidak perlu ada ujian yang angka-angka. Artinya, pemerintah membuka fleksibelitas yang tinggi untuk di terapkan sesuai kebutuhan masing-masing sekolah dan daerah," paparnya.
"Saya juga orangtua. Melihat kondisi kayak begini, terus akan sekolah tatap muka, saya cenderung yang memilih anak saya di rumah saja," tambahnya.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani 4 menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri), sekolah tatap muka terbatas adalah pilihan dan kesepakatan antara sekolah dan wali murid. Apabila wali murid merasa keberatan dengan kebijakan tersebut, dipersilakan untuk tetap belajar via daring di rumah.
Sementara, Plt Sekretaris Dinas Pendidikan, Nurbaiti mengatakan, kebijakan sekolah tatap muka diambil sebagai jalan tengah atau solusi yang mengkompromikan antara dua keinginan para wali murid, yang ingin tetap daring dan yang ingin luring.
"Sebagian orang tua ada nyang tidak sanggup mengajari anaknya di rumah, ada yang sanggup. Makanya kita minta izin atas dasar SKB 4 menteri untuk melakukan tatap muka terbatas," kata Nurbaiti.
"Kita bisa menjawab keninginan masyarakat keduanya. Yang ingin anaknya sekolah tatap muka, nanti ketika sudah diizinkan wali kota, bisa. Tapi hanya 4 jam maksimal satu hari. Nah, yang masih waswas, silakan anaknya tetap belajar via daring. Jadi nanti ada pernyataan, ada keterbukaan. Jadi kedua keinginan ini bisa diakomodir," tambahnya.
Namun, meskipun memilih agar anaknya tetap belajar di rumah, Afrianto Daud membeberkan beberapa kekurangan belajar via daring dan bahayanya jika terus dilakukan dalam jangka panjang.
"Learning lose atau kehilangan kesempatan untuk belajar. Yang pasti kurikulimnya tidak akan maksimal karena pasti berbeda antara daring dan luring. Banyak peneliti yang menemukan itu. Bahkan ada seorang peneliti yang mensimulasikan nilai PISA Indonesia turun 8 poin dalam kurun beberapa bulan pandemi ini," ujar doktor jebolan Monash University ini.
PISA merupakan metode penilaian internasional yang menjadi indikator untuk mengukur kompetensi siswa di tingkat global.
"Dalam jangka panjang kita ada khawatiran perkembangan anak didik dari 3 aspek, yatu kognitif, afektif, dan psikomotorik yang akan jauh menurun," tambahnya.
Penurunan kognitif sudah terlihat dari penurunan poin PISA Indonesia dalam rangking dunia. Juga afektif (perilaku) anak didik yang tidak terkontrol setiap harinya seperti jika mereka berada di sekolah. Sedangkan motorik, Daud mencontohkan kebutuhan penguatan skill bagi anak didik. Namun sayangnya, banyak skill yang hanya bisa dlakukan secara langsung di laboratorium alias praktik, tidak bisa secara daring.
Reporter: M Ihsan Yurin