RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Merek Xiaomi masuk ke dalam daftar hitam pemerintahan Donald Trump setelah dicap sebagai 'perusahaan militer komunis China' oleh Kementerian Pertahanan AS. Kendati begitu, nasib Xiaomi berbeda dibanding rekan senegaranya, Huawei.
Kementerian Pertahanan AS mengeluarkan daftar hitam terbarunya yang mengacu pada Section 1237 dari National Defense Authorization Act (NDAA) untuk tahun fiskal 1999.
Masuknya Xiaomi dalam daftar ini membuat mereka tak bisa menerima investasi dari perusahaan asal Amerika Serikat. Sementara itu, perusahaan asal AS yang sudah terlanjur berinvestasi di Xiaomi harus melakukan divestasi, paling lambat pada 11 November 2021.
Sebenarnya, Huawei pun ada di dalam daftar yang sama dengan Xiaomi ini, yang membuat mereka juga tak bisa menerima investasi dari perusahaan asal AS. Namun nasib Huawei lebih buruk, karena mereka juga masuk dalam daftar lain yang bernama 'Entity List'.
Perusahaan yang namanya ada dalam Entity List ini sama sekali tidak boleh bekerja sama dengan perusahaan asal AS, ataupun perusahaan yang menggunakan teknologi asal AS. Alhasil Huawei banyak tak bisa menggunakan teknologi, yang dibuat oleh perusahaan AS, atau patennya dimiliki perusahaan asal AS, contohnya Qualcomm.
Sementara Xiaomi masih bisa melakukan hal itu. Mereka masih bisa menggunakan komponen asal AS, seperti chip buatan Qualcomm, ataupun bermacam teknologi yang dibuat oleh perusahaan asal AS.
Huawei tak sendirian ada dalam Entity List. Selain mereka ada juga produsen chip SMIC dan juga ZTE.
Sebelumnya memasukkan Xiaomi ke dalam daftar hitam , Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif yang memblokir transaksi yang dilakukan lewat sejumlah aplikasi asal China. Termasuk aplikasi Alipay dari grup Alibaba milik Jack Ma.
Aplikasi tersebut antara lain adalah Alipay dari grup Alibaba milik Jack Ma, CamScanner, QQ Wallet, SHAREit, Tencent QQ, VMate, WeChat Pay, dan WPS Office.
Ditepis oleh Xiaomi
Dalam keterangan resminya, Xiaomi menegaskan bahwa mereka tidak dimiliki, dikendalikan, atau terkait dengan militer China, dan bukan perusahaan militer milik Komunis China seperti yang dimaksud NDAA.
"Perusahaan akan mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya," kata Xiaomi, seperti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (16/1/2021).
Vendor ponsel terbesar ketiga di dunia ini juga mengatakan mereka selalu menuruti hukum dan beroperasi mengikuti hukum dan regulasi yang ditetapkan oleh negara tempatnya berbisnis.
Xiaomi menekankan bahwa mereka hanya menyediakan produk dan layanan untuk penggunaan sipil dan komersial.