Maklumat Kapolri Larang Kegiatan dan Simbol FPI, PKS: Pembatasan Hak Harus Lewat UU

Sabtu, 02 Januari 2021 - 21:40 WIB
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, mengkritik maklumat Kapolri, Idham Azis, yang melarang kegiatan serta penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam (FPI). Menurutnya, pembatasan hak harus melalui mekanisme undang-undang.

"Namun, yang perlu dipahami adalah pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui undang-undang, bukan berdasarkan maklumat Kapolri, apalagi hierarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah maklumat Kapolri," kata Hidayat seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (2/1/2020).

Hidayat tak heran bila banyak pihak, termasuk komunitas pers, mempersoalkan Pasal 2d dalam maklumat Kapolri tersebut. Ia menganggap larangan tersebut memang menabrak aturan yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945.

Pasal 2d maklumat Kapolri tersebut menyatakan, "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui website maupun media sosial."

Ia mengakui, ketentuan kebebasan mendapatkan dan mencari informasi itu merupakan hak yang bersifat derogable (bisa dibatasi). Namun, ketentuan dan syarat pembatasannya harus merujuk kepada aturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia khawatir maklumat Kapolri itu juga bisa berdampak pada pengusutan kasus penembakan 6 orang anggota FPI oleh pihak kepolisian yang kini tengah aktif diberitakan.

"Apalagi saat ini, sejumlah media sedang aktif memberitakan dan menginvestigasi penembakan 6 anggota FPI, yang menjadi perhatian luas dari publik. Karena dikhawatirkan larangan itu akan berdampak kepada pengusutan tuntas dan adil terhadap kasus yang oleh banyak pihak disebut masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut," kata dia.

Selain itu, Hidayat juga meminta agar Kapolri merevisi substansi pada poin 2d maklumatnya tersebut agar ada kejelasan bahwa pasal tersebut hanya berkaitan soal penyebaran berita bohong, SARA, dan sebagainya.

"Sebaiknya, Pasal 2 huruf d Maklumat tersebut segera direvisi atau diperbaiki, agar tidak terjadi ketidakjelasan di lapangan, sehingga berujung kepada kriminalisasi terhadap banyak orang, termasuk para jurnalis yang ingin melaksanakan hak asasi mereka terkait dengan memperoleh dan mencari informasi terkait FPI," kata dia.


 

Editor: Rico Mardianto

Terkini

Terpopuler